Senin, 01 Februari 2010

hukum properti

Hukum Properti
1. Arik Hariyono, Adv.DEM.,MSi, MAPPI (Cert)
2.
o POKOK BAHASAN :
 PENGERTIAN PROPERTI
 UU NO. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOKAGRARIA (UUPA);
 UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DAN PP PP NO 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN;
 UU NO 12 TAHUN 1985 SEBAGAIMANA DIUBAH KE DALAM UU NO 12 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN;
 UU NO 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN;
 UU NO 6 TAHUN 1983 SEBAGAIMANA DIUBAH KE DALAM UU NO 9 TAHUN 1994, PASAL 25 DAN DIJABARKAN DALAM PP NO 48 TAHUN 1994 DAN PP NO 27 TAHUN 1996 TENTANG PPH ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN;
 UU NO 8 TAHUN 1983 SEBAGAIMANA DIUBAH KE DALAM UU NO 11 TAHUN 1994, KHUSUSNYA PASAL 16C TENTANG PPN BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BARANG MEWAH;
 TINJAUAN ASPEK KERJASAMA PEMANFAATAN PROPERTI (BENTUK KERJASAMA INVESTASI BOT, BOO, DLL);
3.
o P erundang-undangan yang menggunakan istilah “properti” adalah Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat, selaku Ketua BKP4N No. 05/KPTS/BKP4N/1995 tanggal 23 Juni 1995 dirumuskan sebagai berikut:
o “ properti (real property) adalah tanah hak dan atau bangunan permanen yang menjadi obyek pemilik dan pembangunan” (pasal 1 angka 4).
4.
o Pengertian “property” menurut Common Law adalah sebagai berikut:
 Ownership or right to own something (pemilikan atau hak untuk memliki sesuatu benda)
 Anything which can be owned (segala benda yang dapat dimiliki) Contoh: intellectual property, personal property.
 Personal property = things (but not land) which belong to a person and can be inhereted by his heirs.
 (Real) Property = land and building
5.
o Di Indonesia hukum positif yang mengatur benda atau property adalah UU No. 5 Tahun 1960 tentang “Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria” dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia (Buku Kedua) tentang “BENDA”, yang membedakan:
 Benda tak bergerak (real property) yaitu tanah atau tanah hak berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, baik karena alam maupun buatan manusia (bangunan perumahan dan lingkungannya),
 Benda bergerak (atau persoanal property) yang menurut sifatnya dapat dipindah-pindahkan dan dihitung jumlahnya. Sedang benda bergerak dapat berupa berwujud (“tangible”) dan benda tak berwujud (“intangibles”), yaitu tagihan, hak paten, hak milik intelektual, dan lain-lainnya.
6.
o Yang dimaksud dengan Real Property dalam kepustakaan tentang Real Estate dalam textbook “ Real Estate ” oleh Larry E. Wofford, (Second Edition, 1986) adalah sebagai berikut:
o “ Real Property, which is defined as interest in land and all permanent attachments to land .
o Many people use the phrases “real property” and “real estate” to mean the same thing. Technically, such usage is incorrect, but it remains very common.
7.
o “ Interest in Land” adalah kepentingan (kewenangan) yang diperoleh pemegang hak dalam menguasai sebidang tanah berlandaskan hak atas tanah tertentu, yaitu kewenangan untuk menggunakan tanahnya, menunjuk tanah tersebut sebagai jaminan pelunasan hutang atau dibebani Hak Tanggungan, dapat menjual tanah yang bersangkutan dapat menyewakan bangunan yang didirikan di atas tanah itu kepada pihak lain.
o Kewenangan-kewenangan tersebut merupakan “a bundle of right” berdasarkan penguasaannya secara legal, sebagaimana yang diterapkan dan dilindungi oleh Hukum Tanah positif yang tertulis yaitu UUPA dan peraturan pelaksanaannya.
o Apa yang disebut “interest in land” meliputi pula “all attachment to land”. Ini berarti bahwa penguasaan sebidang tanah hak tertentu dapat meliputi pemilikan atas benda-benda yang terkait dengan tanah.
8.
o Yang dimaksud dengan “all attachment to land” adalah “benda-benda yang berkaitan dengan tanah”. Dapat berupa:
 Bangunan permanen (termasuk pula “fixtures”)
 Tanaman keras (tanaman berumur panjang)
 Hasil karya (patung, relief)
o Benda-benda tersebut berikut tanah HM atau HGU atau HGB atau Hak Pakai dapat ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, yaitu sebagai jaminan pelunasan hutang (pasal 4 UUHT).
o Benda-benda yang berkaitan dengan tanah pada suatu “real estate” (proyek perumahan) umumnya berupa: bangunan permanen yang melekat atau berkaitan dengan tanah, yaitu berbagai jenis rumah, rumah sederhana, rumah menengah, rumah besar disesuaikan dengan kelompok penghasilan pembelinya, demikian juga dengan rumah susun hunian, selalu dilengkapi dengan fasilitas sosial, prasarana lingkungan dan utilitas umum yang diperlukan oleh para penghuni perumahan yang bersangkutan.
9.
10.
o Interest in real property
o Selanjutnya “interest in real property” terdiri dari:
 Present estate = a current right to passession of the land (hak untuk menguasai tanah sekarang)
 Freehold estate = penguasaan dan penggunaan tanah dengan Hak Milik, umumnya di Indonesia tidak untuk keperluan bisnis.
 Non Freehold estate = penguasaan dan penggunaan tanah yang bukan Hak Milik, misalnya HGU, HGB atau Hak Pakai, untuk pengembangan kegiatan usaha (bisnis) pada umumnya atau pembangunan perumahan.
 Future estate = an interest that may become possesory at some future date (kewenangan untuk menguasai tanah yang akan diperoleh pada suatu tanggal tertentu di kemudian hari), misalnya hibah wasiat atau pewarisan menurut hukum
11.
o Hak atas tanah apa saja yang termasuk dalam pengertian Real Property
 UU Pokok Agraria menyediakan berbagai jenis tanah hak sebanyak 9 (sembilan) jenis dan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
 Hak atas tanah yang primer
 Hak atas tanah sekunder
o Hak atas tanah yang primer
 Hak atas tanah yang primer adalah hak-hak atas tanah yang bersumber langsung pada Hak Bangsa Indonesia atas tanah (pasal 1 ayat (1) UUPA) dan diberikan oleh Negara adalah sebagai berikut:
 A. Hak Milik (untuk keperluan pribadi).
 B. Hak Guna Usaha; untuk usaha pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, agribisnis.
 C. Hak Guna Bangunan; untuk mendirikan bangunan, perumahan, perkantoran, super blok, kawasan industri dan lain-lainnya.
 D. Hak Pakai; selain untuk keperluan instansi pemerintah, keperluan khusus dapat pula untuk kegiatan lain seperti HGB di atas.
 E. Hak Pengeloalaan; hak yang menyediakan tanah untuk keperluan pihak lain dan termasuk hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya, yaitu Pemerintah Daerah, BUMN, Departemen dan lembaga non departemen.
12.
o Penjelasan hak-hak atas tanah yang primer
 a s.d d; termasuk hak-hak atas tanah yang dapat digunakan untuk pengembangan kegiatan usaha (bisnis) pada umumnya.
 c dan d untuk bisnis di bidang property (perumahan tunggal dan rumah susun).
 a s.d d adalah hak-hak atas tanah yang meliputi 5 (lima) syarat / sifat yang sangat penting dalam pengertian “interest in land” maupun “interest in property” baik bagi keperluan pribadi maupun bisnis, sebagai “a bundle of right” yang meliputi:
 Memberi wewenang menggunakan tanah yang bersangkutan sesuai dengan tujuannya, baik untuk keperluan pribadi maupun kegiatan usaha (bisnis);
 Mempunyai tanda bukti hak, sertifikat hak tanah dan setiap terjadi perubahan wajib didaftarkan;
 Jangka waktu penguasaannya cukup lama dan turun temurun;
 Dapat beralih karena hukum kepada ahli waris pemegang haknya;
 Dapat ditunjuk sebagai jaminan pelunasan hutang dan juga dapat dibebani Hak Tanggungan;
 Dapat diperjualbelikan;
 Bangunan yang didirikan di atas Hak Milik/HGB dan Hak Pakai dapat disewakan kepada pihak lain.
13. Jenis Hak Pertama kali Diperpanjang Diperbaharui haknya HGU 35/25 tahun 25 tahun 35/25 tahun HGB 30 tahun 20 tahun 30 tahun Hak Pakai 25 tahun 20 tahun 25 tahun
14.
 Hak Pengelolaan (HPL); sifatnya khusus, tidak dapat dipunyai oleh WNI maupun PT (swasta), jangka waktunya tidak terbatas, akan tetapi tidak memenuhi sifat-sifat lainnya yang disebutkan di atas.
 Bagian-bagian tanah HPL dapat diberikan kepada pihak lain dengan Hak Milik, HGB, Hak Pakai untuk keperluan pribadi (perumahan sederhana yang dibangun Perum Perumnas) atau untuk keperluan bisnis (komplek eks Bandara Kemayoran). Dan HM, HGB, Hak Pakai tersebut memenuhi 6 syarat di atas.
o Status hukum subyeknya menentukan kelangsungan penguasaan dan penggunaan tanahnya
 Di samping hal-hal yang disebutkan di atas perlu diperhatikan pula ketentuan yang mengatur persyaratan subjeknya untuk setiap jenis hak atas tanah sebagaimana diatur dalam pasal 21, 30, 36, 42 dan 45 UUPA. Status hukum pemegang haknya sangat menentukan kelangsungan penguasaan dan penggunaan tanah hak yang bersangkutan. Status subjeknya dan j e nis hak atas tanah yang disediakan adalah sebagai berikut :
15. Jika subjeknya tidak memenuhi syarat, maka akan mempengaruhi kelangsungan penguasaan atas tanah haknya, dengan disertai sanksinya jika kewajiban yang ditetapkan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, haknya hapus (dibatalkan) dan tanahnya menjadi tanah Negara, sebagaimana diatur dalam ketentuan di bawah ini : Hak Milik : Pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2) UUPA HGU : Pasal 30 ayat (2) UUPA HGB : 36 ayat (2) UUPA Status Subjek Jenis Hak Yang Disediakan * Warga Negara Indonesia HM, HGB, Hak Pakai, Hak Sewa, dll
o * Badan Hukum Indonesia
o Perseroan Terbatas
o BUMN / BUMD
- HM, HGB, Hak Pakai, Hak Sewa, dll - HM, HGB, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Pengelolaan * WNA Penduduk Indonesia Hak Pakai, Hak Sewa * Badan Hukum Asing Hak Pakai, Hak Sewa
16.
o Hak atas tanah yang sekunder
 Hak-hak atas tanah yang sekunder a dalah hak-hak atas tanah yang diberikan di atas tanah Hak Milik dan bersumber secara tidak langsung pada Hak Bangsa Indonesia atas tanah (pasal 1 ayat (1) UUPA). Pemilik tanah memberikan berdasarkan perjanjian pemberian hak baru dan pada asasnya selama masih diperlukan perjanjian yang bersangkutan dapat diperbaharui.
 Hak-hak yang sekunder adalah:
 a. HGB
 b. Hak Pakai
 c. Hak Sewa
 d. Hak Gadai atas tanah
 e. Hak Usaha Bagi Hasil
 f. Hak Menumpan g
17.
o Penjelasan atas hak-hak tanah yang sekunder
 a s.d c telah diatur lebih lanjut dalam PP No. 40 / 1996 dan PP No. 41 / 1996, sehingga dapat memenuhi keperluan untuk pengembangan properti di wilayah perkotaan. Dapat pula dijadikan dasar untuk perjanjian kerjasama dalam pengembangan properti, antara developer dan pemilik tanah dengan pola BOT (win-win project).
 c s.d f biasanya di pedesaan dan cenderung untuk memenuhi kebutuhan pribadi/sendiri oleh karena itu belum bisa dimasukkan dalam kegiatan bisnis, sekalipun cenderung memenuhi kebutuhan individual dari warga desa yang bersangkutan, namun jika produksi tanaman pangan melebihi kebutuhannya secara pribadi, dapat pula dijual kepada warga masyarakat lainnya yang memerlukannya.
18. HGB 30 tahun Diperbaharui 30 tahun Hak Pakai 25 tahun Diperbaharui 25 tahun Hak Sewa 25 tahun Diperbaharui 25 tahun
19.
o Latar belakang :
 Terbatasnya ketersediaan tanah sebagai tempat mendirikan bangunan (tempat usaha atau hunian);
 Bertambahnya populasi penduduk;
o KONSEP KONDOMINIUM
 Berpangkal pada teori-teori tentang pemilikan atas suatu benda, yaitu: suatubenda dapat dimiliki oleh seseorang, dua orang atau bahkan lebih, yang dikenal dengan pemilikan bersama.
o Rumah susun dapat berupa flat, apartemen atau condominium yang bermakna kepemilikan secara bersama-sama, dimana inti sistem kondominium adalah pengaturan kepemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik diatasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah;
o Asas-asas dalam sistem kondominium (rumah susun):
 Asas perlekatan (accessie/natrekking)
 Asas pemisahan horisontal
20.
o ISTILAH KONDOMINIUM / RUMAH SUSUN
 Menteri Negara Agraria/Kepala BPN (1996)
 Rusun merupakan terjemahan dari Condominium,Flat atau Apartment (Co – bersama, Dominium – pemilikan).
 Soni Harsono(1991)
 Inti sistem kondominium adalah pemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik diatasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah.
21.
o ASAS – ASAS DALAM SISTEM KONDOMINIUM
 Asas Perlekatan (Accessie/ Natrekking)
 Bangunan menjadi bagian dari tanahnya, jadi dengan sendirinya bangunan itu tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku terhadap tanahnya.
 Hak pemilikan atas tanah hak barat itu meliputi juga pemilikan dari bangunan yang ada di atasnya (Pasal 571 ayat 1 KUH Perdata).
 Bangunan yang didirikan di atas kepunyaan pihak lain menjadi milik yang empunya tanah (kecuali diperjanjikan lain).
 Asas Perlekatan dibedakan menjadi 2 (dua) macam,yaitu :
 Perlekatan secara Horizontal (mendatar),yaitu meletakkan suatu benda sebagai bagian yang tidak terpisah dari benda pokoknya (pasal 588 KUH Perdata), contoh : balkon pada rumah induknya.
 Perlekatan secara Vertikal, yaitu perlekatan secara tegak lurus yang melekatkan semua benda yang ada diatasnya maupun di dalam tanah dengan tanah sebagai benda pokoknya (pasal 571 KUH Perdata).
22.
o Asas pemisahan Horizontal
 Asas pemisahan horizontal adalah asas yang membagi, membatasi dan memisahkan pemilikan atas sebidang tanah berikut segala sesuatu yang berkenaan dengan tanah tersebut secara horizontal.
 Jika disimak lebih jauh tentang sistem kondominium dalam pembangunan rumah susun, yang mengandung pemilikan bersama atas sarana bangunan yang meliputi pemilikan bersama atas tanahnya, dengan jelas sistem ini menganut asas perletakan vertical. Di dalam sistem kondominium ada pemilikan bersama atas tanah dan sarana lain, sehingga setiap SRS itu mempunyai hak pemilikan bersama atas tanahnya yang juga dicantumkan dalam sertifikat pemilikan SRS. Dengan demikian, sistem kondominium yang dipergunakan dalam UURS tidak Sesuai dengan jiwa UUPA sendiri yang menganut asas pemisahan horizontal.
23.
o ISI DAN SIFAT :
 Isi hak milik atas satuan rumah susun (HMSRS) meliputi :
 Hak perseorangan atas satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah;
 Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun;
 Hak bersama atas benda-benda;
 Hak bersama atas tanah;
 Sifat HMSRS
 Meskipun HMSRS merupakan hak pemilikan perseorangan dengan hak bersama,didalamhirarki hak penguasaan atas tanah pada hukumtanah nasional,HMSRS dikategorikan sebagai hak perseorangan
24.
o Subyek Hak Milik Atas SRS
 Perseorangan dan badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah;
 Orang asing (WNA) sesuai dengan PP No 40 tahun 1996 dan PP No 41 tahun 1996 tentang pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
o Peralihan HMSRS
 Pasal 10 UURS menyatakan bahwa HMSRS dapat beralih kepada pihak lain dengan cara pemindahan hak atau dengan cara pewarisan
25.
o Pembebanan HMSRS
 Pasal 12 dan 13 UURS menyatakan bahwa rumah susun dan HMSRS berikut tempat bangunan itu sendiri serta benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani :
 Hipotik jika tanahnya Hak Milik atau Hak Guna Bangunan,dan;
 Fidusia jika tanahnya Hak Pakai atas tanah negara;
o Hapusnya HMSRS
 Pasal 50 PP No 4 tahun 1998 menetapkan bahwa hapusnya HMSRS dapat terjadi karena
 Hak atas tanah hapus menurut peraturan-peraturan yang berlaku;
 Tanah dan bangunannya musnah;
 Terpenuhinya syarat (tidak terpenuhinya salah satu unsur dalam pasal 8 UURS)
 Pelepasan hak secara sukarela
26.
o NILAI PERBANDINGAN PROPORSIONAL
o (SHARE VALUE) DALAM KEPEMILIKAN SRS
 Landasan hokum
 UU no 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun
 PP no 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun
o Pengertian :
 Angka yang menunjukkan perbandingan antara satuan rumah susun (SRS) terhadap hak-hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, dihitung berdasarkan luas atau nilai SRS yang bersangkutan terhadap jumlah luas atau nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu penyelenggara bangunan menghitung biaya pembangunan keseluruhan untuk pertama kalinya dalam menentuan harga jualnya.
27.
o FUNGSI NPP/SHARE VALUE
 Digunakan sebagai dasar untuk mengadakan pemisahan dan penerbitan sertifikat Hak Milik atas SRS
 Digunakan sebagai dasar untuk menentukan hak dan kewajiban terhadap pemilikan dan pengelolaan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
 Menentukan hak suara (voting right) dari pemilik SRS
 Proporsi dana yang harus dibayar kepada pihak pengelola (management coorporation)
 Hak atas keuntungan hasil penjualan tanah jika kepentingan bersama dihentikan atau tanah dijual
28.
o MAKSUD PENETAPAN NPP
 Untuk mengetahui nilai masing-masing SRS terhadap bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama dalam lingkungan rumah susun secara keseluruhan.
o DASAR PERHITUNGAN NPP
 PP no 4 tahun 1988 menentukan bahwa NPP dihitung berdasarkan luas atau nilai SRS yang bersangkutan terhadap jumlah luas atau nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu penyelenggaraan pembangunan pertama kali menghitung biaya pembangunan rumah susun secara keseluruhan.
o FORMULASI
 Berdasarkan Luas =
 NPP = Luas Unit Satuan Rumah Susun
 Jumlah Luas Unit Seluruh SRS
 Berdasarkan Nilai Bangunan
 NPP = Nilai Unit Bangunan SRS
 Total Nilai Bangunan Seluruh SRS
29.
o HAK DAN KEWAJIBAN PENGHUNI RUSUN
o Pasal 61 PP no 4 tahun 1988 menyebutkan beberapa hak penghuni rumah susun, yaitu :
 Memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama secara aman dan tertib.
 Mendapatkan perlindungan sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya
 Memilih dan dipilih menjadi anggota pengurus perhimpunan penghuni
o Kewajiban :
 Mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
 Membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran;
 Memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian dan benda bersama;
30.
o Larangan :
 Melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan, ketertiban dan keselamatan terhadap penghuni lain, bangunan dan lingkungannya;
 Mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar SRS yang dimiliki tanpa mendapat persetujuan (baik dari perhimpunan penghuni dan/atau dinas tata kota)
o FUNGSI PERHIMPUNAN PENGHUNI
 Membinan terciptanya kehidupan lingkungan yang sehat, tertib dan aman;
 Mengatur dan membina kepentingan penghuni;
 Mengelola rumah susun dan lingkungannya;
31.
o PENGHUNIAN DAN PENGELOLAAN
o Pembentukan Perhimpunan Penghuni
 Setelah rumah susun dihuni, UURS mewajibkan kepada para penghuni untuk membentuk perhimpunan penghuni dan setiap penghuni wajib menjadi anggotanya;
 Perhimpunan penghuni dapat mewakilipara penghuni dalam melakukan perbuatan hukum baik kedalam maupun keluar pengadilan;
 Keberadaan perhimpunan penghuni adalah untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian dan pengelolaannya;
 Sebelum perhimpunan penghuni terbentuk maka Perusahaan Pembangunan Ruman Susun (PPRS) wajib bertindak sebagai pengurus perhimpunan dan membantu penyiapan terbentuknya perhimpunan penghuni dalam waktu secepatnya;
 Perhimpunan penghuni dibentuk dengan akta yang disahkan oleh Bupati atau Walikota (khusus DKI disahkan oleh Gubernur)
32.
o PENGELOLAAN
o Sejak terbentuknya PP, maka PPRS diwajibkan untuk mengelolan dalamjangka sekurang-kurangnya 3 (tiga) buan dan selama-lamanya 1 (satu) tahun;
o Setelah PP terbentuk, pengelolaan SRS dilakukan oleh pemilik sesuai AD dan ART. Tetapi berdasarkan pasal19 (4) UURS, PP dapat menunjuk suatu badan pengelolan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut;
o Badan pengelola harus berbadan hukum, profesional dan mempunyai unit organisasi, personal, dan peralatan
33.
o Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994.
o Ketentuan lain yang merupakan derivasi Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994.
34.
o Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa tambak perairan 0serta laut wilayah Republik Indonesia.
o Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau/bangunan.
 Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
 Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan kompleks bangunan
 Jalan tol
 Kolam renang
 Pagar mewah
 Tempat olah raga
 Galangan kapal, dermaga
 Taman mewah
 Tempat penambpungan/kilang minyak, air, gas dan pipa minyak
 Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
35.
o Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, maka Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga.
o Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan UU Pajak Bumi dan Bangunan.
o Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak. Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) berdasarkan SPOP (Surat Pemeberitahuan Objek Pajak).
36.
o OBJEK PAJAK
o Yang menjadi Objek Pajak adalah bumi dan/atau bangunan.
o Yang dikecualikan / tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan
 Objek pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, misal : tempat peribadatan, sosial, pendidikan, dan kebudayaan nasional;
 Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu;
 Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
 digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
 Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
o Sementara objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
37.
o SUBJEK PAJAK
o Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas tanah bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti hak. Subjek Pajak inilah yang dikenakan kewajiban membayar PBB atau yang menjadi wajib pajak.
38.
o DASAR PENGENAAN PAJAK
o Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
o NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya. Penentuan NJOP diperoleh melalui penilaian objek PBB tersebut. Sementara itu mengenai Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) yang ditetapkan terakhir oleh Keputusan Menteri Keuangan No. 201/KMK.04/200 0 , setinggi-tingginya adalah sebesar Rp. 12.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak. Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOP TKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar.
39.
o DASAR PENGHITUNGAN PBB
 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002, maka besarnya NJKP untuk penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan ditentukan sebagai berikut:
 Sebesar 40% dari NJOP untuk:
 Objek Pajak Perkebunan,
 Objek Pajak Kehutanan,
 Objek Pajak Pertambangan
 Objek Pajak Bumi dan Bangunan lainnya apabila NJOP  1 Milyar rupiah.
 Sebesar 20% dari NJOP untuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan lainnya apabila NJOP < 1 Milyar rupiah.
40.
o DASAR PENAGIHAN PBB
o Dasar Penagihan PBB ada tiga, yaitu:
 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
 Surat Ketetapan Pajak (SKP)
 Surat Tagihan Pajak (STP)
o Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
 SPPT adalah surat yang digunakan oelh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada Wajib Pajak.
 Dasar Penerbitan SPPT
 Surat Pemberitahuan ini diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Objek Pajak yang sebelumnya telah dikenakan IPEDA, SPPT dapat diterbitkan berdasarkan data Objek Pajak yang telah ada pada Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan.
 Waktu pelunasan SPPT
 Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak. Jadi bila seorang Wajib Pajak menerima SPPT pada tanggal 1 Maret 1998, maka selambat-lambatnya pada tanggal 31 Agustus 1998 ia harus sudah melunasi PBB-nya. Tanggal 31 Agustus 1998 ini disebut juga tanggal jatuh tempo SPPT.
41.
o Surat Ketetapan Pajak (SKP)
o Dasar Penerbitan SKP
 SKP diterbitkan apabila Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang disampaikan melewati 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya SPOP oleh Wajib Pajak dan setelah ditegur secara tertulis ternyata tidak dikembalikan oleh Wajib Pajak sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
 SKP diterbitkan/dibuat apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak berdasarkan SPOP yang dikembalikan oleh Wajib Pajak.
 Waktu pelunasan SKP
 Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP ol e h Wajib Pajak. Jadi, apabila seorang Wajib Pajak menerima SKP pada tanggal 1 Maret 1998, ia sudah harus melunasi PBB selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 1998. Tanggal 31 Maret 1998 ini disebut juga tanggal jatuh tempo SKP.
42.
o Jumlah Pajak yang Terutang dalam SKP
 Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang penerbitaannya disebabkan oleh pengembalian SPOP lewat 30 (tiga puluh) hari setelah diterima Wajib Pajak adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda administrasi 25% dihitung dari pokok pajak.
o Contoh:
 A. Wajib Pajak A tidak menyampaikan SPOP berdasarkan data yang ada. Kepala Kantor Pelayanan PBB mengeluarkan SKP yang berisi objek pajak dengan luas dan nilai jual.
 Luas objek pajak menurut SPOP:
 Pokok Pajak = Rp. 100.000,00
 Denda Aministrasi 25% X Rp. 100.000,00 = Rp. 25.000,00
 Kewajiban Perpajakan = Rp. 125.000,00
 B. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP, dasar penerbitannya disebabkan oleh hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya dengan pajak yang terutang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasinya sebesar 25% dari selisih pajak yang terutang.
 Contoh:
 Berdasarkan SPOP diterbitkan SPPT Rp. 5.000.000,00
 Berdasarkan pemeriksaan yang
 seharusnya terutang dalam SKP Rp. 10.000.000,00
 Selisih Rp. 5.000.000,00
 Denda Administrasi 25% x Rp. 5.000.000,00 Rp. 1.125.000,00
 Jumlah pajak dalam SKP Rp. 11.125.000,00
43.
o Surat Tagihan Pajak (STP)
 Dasar Penerbitan STP
 Wajib Pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum dalam SPPT, yaitu malampaui batas waktu 6 (enam) bulan sejak diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
 Wajib Pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum dalam SKP, yaitu melampaui batas waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SK oleh Wajib Pajak.
 Wajib Pajak melunasi pajak yang terutang setelah lewat tempo pembayaran PBB, tetapi denda administrasi tidak dilunasi.
 Besarnya Denda Administrasi dalam STP
 Besarnya denda administrasi karena Wajib Pajak terlambat membayar pajaknya,
 melampaui batas waktu jatuh tempo SPPT adalah sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
 Saat Jatuh Tempo STP
 Saat jatuh tempo STP adalah satu bulan sejak diterimanya STP oleh Wajib Pajak. Misalkan STP diterima oleh Wajib Pajak tanggal 1 September 2000, maka jatuh tempo pembayarannya adalah tanggal 30 September 2000.
44.
o HAK-HAK WAJIB PAJAK
o Keberatan
o Hal yang Mendasari Pengajuan Keberatan oleh Wajib Pajak yaitu:
 Wajib Pajak merasa bahwa besarnya pajak terutang pada SPPT atau SKP yang diterimanya dari Kantor Pelayanan PBB tidak sesuai dengan keadaan objek pajak yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena ada beberapa kesalahan seperti:
 Kesalahan pada luas objek pajak bumi dan/atau bangunan
 Kesalahan klasifikasi objek pajak bumi dan/atau bangunan
 Kesalahan pada penetapan/pengenaan pajak terutang
 Terdapat perbedaan penafsiran mengenai peraturan perundang-undangan tentang pajak (PBB) antara Wajib Pajak dengan aparat pajak.
45.
o Syarat-syarat Pengajuan Keberatan
o Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat manakala besarnya pajak terutang yang tercantum dalam SPPT atau SKP yang diterima dirasakan tidak sesuai dengan keadaan objek pajak yang sebenarnya.
o Syarat-syarat formal pengajuan keberatan adalah sebagai berikut :
 Surat pengajuan keberatan dibuat secara tertulis dalam Bahasa Indonesia.
 Di dalamnya Wajib Pajak harus bisa memberikan alasan yang jelas. Surat pengajuan keberatan ini harus dilampiri bukti-bukti resmi.
 Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SPPT atau SKP, kacuali ada force majeure .
 Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.
 Keberatan atas besarnya pajak terutang SPPT atau SKP harus diajukan untuk tiap objek pajak dengan surat kebertan tersendiri pada tahun pajak, dan mencantumkan besarnya PBB yang benar menurut Wajib Pajak.
46.
o Ketika mengajukan surat keberatan, Wajib Pajak harus bisa menunjukkan bukti-bukti untuk memperkuat alasan atas keberatannya.
o Keberatan yang tidak memenuhi ketentuan tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, tetapi bila masih dalam jangka waktu 3 bulan, KPP dapat meminta Wajib Pajak untuk melengkapai persyaratannya. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan mengajukan keberatan, kepala KPP wajib memberi penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan PBB.
o Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya penetapan. Kepala Kanwil/Kepala KPP harus memberi keputusan dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal diterimanya keberatan. Jika waktu di atas terlampaui, maka keberatan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala Kanwil/Kepala KPP harus menerbitkan surat keputusan yang berisi menerima seluruh pengajuan keberatan.
47.
o PENGURANGAN
o Pengurangan pajak terutang dapat diberikan kepada Wajib Pajak perorangan atau badan dalam hal:
 Kondisi objek pajak yang ada hubungannya dengan Subjek Pajak (misal pensiun, tidak mampu bayar, dan lain-lain). Besarnya pengurangan yang diperbolehkan adalah setinggi-tingginya 75%, berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif dengan mengingat penghasilan Wajib Pajak dan besar PBB-nya.
 Objek Pajak terkena bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya, serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan (bero), wabah penyakit, dan hama tanaman (puso). Besarnya pengurangan yang diperbolehkan adalah setinggi-tingginya 100% berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif dengan mengingat persentase kerusakan.
48.
o Cara Pengajuan Permohonan Pengurangan
o Wajib Pajak bisa mengajukan permohonan tertulis dalam Bahasa Indonesia tentang pengurangan PBB kepada Menteri Keuangan c.q Kantor Pelayanan Pajak yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan.
o Cara pengajuan permohonan pengurangan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
 Permohonan pengurangan PBB untuk ketetapan PBB sampai dengan Rp. 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah) dapat diajukan secara perorangan maupun kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan).
 Permohonan pengurangan PBB untuk ketetapan PBB di atas Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) harus diajukan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dengan melampirkan fotokopi SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangannya.
 Permohonan pengurangan PBB untuk Wajib Pajak Badan harus dilampiri dengan:
 Fotokopi SPPT/SKP dati tahun pajak yang diajukan permohonannya.
 SPT PPh tahun pajak yang terakhir beserta lampirannya.
49.
o Batas Waktu Permohonan Pengurangan
 Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT atau SKP, harus sudah memberikan keputusan selambat-lambatnya 60 hari sejak diterimanya permohonan pengurangan, keputusan tersebut, dapat menerima seluruh permohonan, sebagian permohonan/menolak.
 Keputusan pemberian pengurangan tersebut berlaku untuk satu tahun pajak yang bersangkutan.
 Keputusan tersebut di atas berdasarkan hasil penelitian administrasi dan/atau verifikasi lapangan dengan pertimbangan yang wajar dan objektif dengan pedoman sebagai berikut:
 Permohonan diterima seluruhnya apabila hasil penelitian administrasi dan/atau verifikasi lapangan menunjukkan hal-hal yang sesuai dengan alasan-alasan permohonan pengajuan.
50.
 Permohonan diterima sebagian apabila dari hasil penelitian administrasi dan/atau verifikasi lapangan didapatkan data yang sebagian sesuai dengan alasan-alasan permohonan pengurangan.
 Permohonan ditolak seluruhnya apabila hasil penelitian administrasi dan/atau verifikasi lapangan didapatkan data yang tidak benar/bertentangan dengan alasan-alasan yang diajukan untuk permohonan pengurangan.
 Apabila dalam jangka waktu permohonan 60 hari telah lewat dan keputusan belum diterbitkan, maka permohonan pengurangan dianggap diterima dan diterbitkan pemberian pengurangan yang besarnya sesuai dengan permohonan pengurangan.
 Jangka waktu 60 hari tersebut dihitung sejak tanggal tanda terima Surat Permohonan tersebut, dalam hal surat permohonan disampaikan secara langsung tanggal diterimanya Surat Permohonan dikirimkan melalui pos (biasa maupun tercatat) atau sarana pengiriman lainnya.
51.
o DALUWARSA PBB
o Daluwarsa Penetapan PBB
 Daluwarsa penetapan PBB adalah hapusnya/gugurnya hak negara untuk menetapkan PBB yang terutang karena lampaunya waktu sepuluh tahun sejak saat terutangnya PBB.
o Daluwarsa Penagihan PBB
 Daluwarsa penagihan PBB adalah hapusnya/gugurnya hak negara untuk melakukan penagihan dengan surat paksa (berdasarkan UU PPSP) atas PBB, termasuk bunga, denda, kanaikan dan biaya penagihan.
o Hak untuk melakukan penagihan dengan surat paksa tersebut gugur setelah dilampauinya jangka waktu 10 tahun terutangnya pajak yang bersangkutan, kecuali:
 Apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu 10 tahun tersebut melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan mengenai PBB yang penagihannya telah daluwarsa berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
 Telah dikeluarkan Surat Teguran dan Surat Paksa.
 Adanya pengakuan Wajib Pajak secara langsung ataupun tidak langsung, antara lain:
 Dilakukan pembayaran pajak yang terutang tersebut
 Dilakukan permohonan penundaan/angsuran pembayaran pajak
o Dalam hal demikian, daluwarsa penagihan piutang pajak dihitung dari saat terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut di atas.
52.
o Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek pajak yang dikenakan membayar pajak menjadi Wajib Pajak (Pasal 4).
o Objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. BPHTB dikenakan kepada peristiwa hukum atau perbuatan hukum atas transaksi/peralihan haknya yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru (Pasal 2).
 Pemindahan hak dapat terjadi karena jual-beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah.
 Sedangkan pemberian hak baru terjadi baik karena kelanjutan pelepasan hak ataupun di luar pelepasan hak.
53.
o Hak atas tanah meliputi:
 HAK MILIK , yaitu hak turun menurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;
 HAK GUNA USAHA , yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku;
 HAK GUNA BANGUNAN adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
 HAK PAKAI adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langusng oleh Negara atau tanah milik orang lain sesuai perjanjian, yang bukan perjanjian sewa-menyewa ataui perjanjian pengolahan tanah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
 HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN adalah milik atas satuan yang bersifat bagian bersama, benda bersama, dan tanah yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan;
 hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
54.
o Objek yang tidak dikenakan pajak adalah objek yang diperoleh:
 perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
 Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum yaitu tanah/bangunan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik pusat maupun daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, dan jalan umum.
 Badan atau perwakilan organisasi internasional, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
 Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama. Konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk hak oleh Pemerintah, contoh:
 Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik tanpa adanya perubahan nama;
 Bekas tanah hak milik adat (dengan bukti surat Girik atau sejenisnya) menjadi hak baru;
 Perbuatan hukum lain misalnya memperpanjang hak atas tanah tanpa adanya perubahan nama, contoh: Perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB), yang dilaksanakan baik sebelum maupun setelah berakhirnya HGB.
 Orang pribadi atau badan karena wakaf, yaitu perbuatan orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian harta kekayaannya berupa hak milik tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apa pun.
 Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
55.
o TARIF, DASAR PENGENAAN, DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK
 Tarif BPHTB adalah tarif tunggal yang ditetapkan sebesar 5% (lima persen).
 Dasar pengenaan pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebagaimana diatur dalam Pasal 6:
TRANSAKSI PEROLEHAN DASAR PENGENAAN
o jual beli
o tukar-menukar
o hibah
o hibah wasiat
o pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
o pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
o pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak
o penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha,
o hadiah
harga transaksi nilai pasar nilai pasar nilai pasar nilai pasar nilai pasar nilai pasar nilai pasar nilai pasar
o penunjukan pembeli dalam lelang
harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang
56.
o Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) kecuali penunjukan pembeli dalam lelang, jika tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
o Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPTKP) adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat untuk setiap kabupaten/kota berdasarkan usulan dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat paling lambat satu bulan sebelum tahun pajak dimulai, dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian regional (Peraturan Pemerintah No.113 Tahun 2000 dan KMK NO. 516/KMK.04/2000).
57.
o Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan, menetapkan besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak secara regional dengan ketentuan:
 perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan darah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/isteri. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling tinggi Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
 untuk perolehan lainnya, NPOP-TKP paling tinggi Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupaiah)
58.
o Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak, yaitu sebagai berikut:
 BPHTB = 5% x (NPOP – NPOPTKP)
o BPHTB yang terutang atas perolehan karena waris, hibah wasiat, adalah 50% dari yang seharusnya terutang (PP Nomor 111 tahun 2000), terutang sejak tanggal pendaftaran peralihan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
o Untuk pemberian hak pengelolaan, pengenaan pajaknya diatur sebagai berikut (Peraturan Pemerintah Nomor 112 tahun 2000):
 0% (nol persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah non Departemen, Pemerintah Daerah, lembaga pemerintah alinnya dan Perum Perumnas.
 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, untuk penerima Hak Pengelolaan lainnya.
59.
o SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG
 Saat terutang pajak atas perolehan atas tanah dan atau bangunan:
 Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris, meliputi: jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah.
 Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang untuk lelang.
 Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam hal sudah keputusan hakim.
 Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan, meliputi: hibah wasiat dan waris.
 Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak, meliputi: pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak dan pemberian hak baru di luar pelepasan hak.
 Tempat terutang pajak adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.
60.
o PEMBAYARAN PAJAK
 Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak (self assesment system). Pajak yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan di wilayah Kabupaten/Kota yang meliputi letak tanah dan atau bangunan. BPHTB yang terutang disetor dengan Surat Setoran BPHTB (SSB) dan dipindahbukukan saldo penerimaan BPHTB ke Bank Operasional V BPHTB.
 Kewajiban membayar sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan sebelum:
 Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT/Notaris.
 Risalah Lelang untuk pembeli ditandatangani oleh Pejabat Lelang.
 Dilakukan pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan, dalam hal:
 Pemberian hak baru;
 Pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim, hibah wasiat atau waris.
61.
o Fungsi SSB antara lain adalah:
 Digunakan untuk melakukan pembayaran/penyetoran BPHTB yang terutang,
 Sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan,
 Sebagai Surat Pemberitahuan Objek Pajak Bumi dan Bangunan (SPOP PBB).
o Penyampaian SSB sebagaimana tersebut di atas dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal pembayaran atau perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
62.
o PENETAPAN PAJAK
 Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kerang Bayar apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang bayar.
 Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Keputusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.
 Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.
 Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
63.
o PENAGIHAN PAJAK
 Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB), apabila:
 pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
 dari hasil pemeriksaan kantor Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
 Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi dan atau bunga.
 Sanksi administrasi dikenakan berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat terutangnya pajak.
 Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga penagihannya dapat dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa. Dasar penagihan pajak meliputi Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Jangka waktu pelunasan pajak yang harus dibayar tersebut adalah paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima Wajib Pajak.
 Jumlah pajak yang terutang berdasarkan hal di atas, apabila tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa, yaitu surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (UU NO. 19 tahun 2000).
64.
o PENGURANGAN
o Sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 87/KMK.03/2002 tentang PeWajib Pajak dapat mengajukan pengurangan BPHTB kepada Kepala Kantor PBB, Kepala Kanwil Ditjen Pajak, Dirjen Pajak atas nama Menteri Keuangan RI dalam hal :
o a. Kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan objek pajak, yaitu :
 1. Wajib pajak Orang Pribadi (OP) yang memperoleh hak baru mellaui program pemerintah di bidang pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis; (75 %)
 2. Wajib pajak Badan yang memperoleh hak baru baru selain Hak Pengelolaan dan telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan wajib pajak dan keterangan dari pejabat Pemda setempat; (50%)
 3. Wajib pajak OP yang mmperoleh hak atas tanah dan atau bangunan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Susun Sederhana serta RSS yang diperoleh dari pengembang dan dibayar secara angsuran ; (25 %)
 4. Wajib pajak OP yang menerima hibah hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan kelurga sedarah dalam garis lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah; (50%)
65.
o Kondisi wajib pajak yang ada hubunganya dengan sebab-sebab tertentu:
 1. WP yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah NJOP; (50%)
 2.WP yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus; (50%)
 3.WP Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga WP harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah; (75 %)
 4.WP Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan yang berasal dari BBD, BDN, Bapindo dan Bank Exim dalam rangkaian proses penggabungan usaha (merger); (100 %)
 5.WP Badan yang melakukan penggabungan usaha (merger) atau peleburan usaha (konsolidasi) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Dirjen Pajak; (50%)
66.
 6. WP yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya seperti kabakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, dan huru-hara yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penandatanganan akta; (50%)
 7. WP Orang Pribadi Veteran, PNS, tni, polri, Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI, Purnawirawan POLRI atau janda/dudanya yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah. (75 %)
o c. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta milik institusi pelayanan sosial masyarakat. (50%)
67.
o Kewenangan Memberikan Pengurangan BPHTB :
 Kepala KP PBB atas nama Menkeu untuk huruf a, dan huruf b angka 1, 2, 6, 7 serta hurf c dalam hal pajak yang terutang setinggi-tingginya Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)
 Kepala Kanwil Ditjen Pajak atas nama Menkeu untuk huruf a dan huruf b angka 1, 2, 6 , 7 serta huruf c dalam hal pajak yang terutang antara Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
 Dirjen Pajak atas nama Menkeu, dalam hal objek BPHTB selain a dan b .
68.
o KEBERATAN DAN BANDING
 Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
 Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB).
 Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT).
 Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar (SKBLB).
 Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil (SKBN).
o Syarat pengajuan keberatan:
 diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia,
 mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas dengan mengemukakan data atau bukti
69.
 bahwa jumlah pajak yang terutang atau pajak lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar.
 diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya (dibuktikan dengan tanda terima dari DJP ataupun tanda pengiriman pos tercatat dari Kantor Pos) surat ketetapan kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya, misalnya sedang sakit atau kena musibah.
o Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
70.
o Direktur Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas keberatan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima atau meneruskan ke Kepala Kantor Wilayah DJP dalam jangka waktu 14 hari bila BPHTB yang terutang lebih dari Rp. 2.500.000.000,00. Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
o Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang. Jika tidak ada keputusan hingga jangka waktu tersebut lewat, keberatan dianggap dikabulan.
o Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan keberatan yang ditetapkan DJP.
o Permohonan banding diajukan tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan kebertan diterima, dilampiri salinan surat keputusan tersebut. Permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
o Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pemabayaran .
71.
o DASAR HUKUM
 Peraturan Pemerintah Nomor : 48 tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 79 tahun 1999.
 Keputusan Menteri Keunagan RI Nomor : 566/KMK.04/1999 tentang Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Yang Usaha Pokoknya Melakukan Transaksi Penjualan atau Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan.
 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-55/PJ.42/1999 tentang Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Yang Usaha Pokoknya Melakukan Transaksi Penjualan atau Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan.
72.
o OBJEK PAJAK
o Yang menjadi objek pajak Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah :
 penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan.
 Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut berupa :
 penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah; (selanjutnya disebut 2a)
 penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; (selanjutnya disebut 2b)
 penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus. (selanjutnya disebut 2c)
73.
o SUBJEK PAJAK
 Yang menjadi subjek pajak Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud di atas
o PEMBAYARAN
 Wajib Pajak harus membayar sendiri Pajak Penghasilan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. ( selanjutnya disebut No.4 )
74.
o PEJABAT BERWENANG
 Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan dimaksud bahwa kewajiban Pajak Penghasilan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan telah dipenuhi. Caranya, Wajib Pajak menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak yang bersangkutan dengan menunjukkan aslinya.
 Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang wajib selanjutnya menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta, keputusan perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak.
75.
o Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
o Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
o Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan pemberian hak, pengakuan hak dan peralihan hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud, kecuali permohonan sehubungan dengan ketentuan Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Subjek pajak yang ditunjuk.
76.
o PEMUNGUTAN PPh
 Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dipungut Pajak Penghasilan oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar.
 Bendaharawan atau pejabat tersebut selanjutnya wajib menyetor Pajak Penghasilan yang telah dipungutnya itu ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar-menukar dilaksanakan.
 Penyetoran pajak tersebut dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-menukar.
 Bendaharawan atau pejabat dimaksud wajib menyampaikan laporan mengenai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak.
77.
o TARIF PAJAK PENGHASILAN (PPh)
 Besarnya Pajak Penghasilan Pengalihan Hak Atas Tanah dan/Bangunan adalah 5% (lima per seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
o DASAR PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh)
 Dasar Pengenaan atau Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994, kecuali:
 Dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
 Dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Staatsblad Tahun 1908 nomor 189 dengan segala perubahannya) adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.
 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dimaksud adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan, atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak Terutang tahun pajak sebelumnya.
 Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Objek Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah wewenangnya meliputi tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan.
78.
o PENGECUALIAN PEMBAYARAN PPh - No. 4
 Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana No.4 adalah :
 Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam 2a dan 2b yang jumlah brutonya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
 Orang pribadi yang menerima atau memproleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah sebagaimana dimaksud dalam 2c ;
 Orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
 Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan warisan;
79.
o PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN DAN KOPERASI
 Wajib Pajak badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pengenaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan Koperasi ini berdasarkan ketentuan umum Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.
o PPH FINAL
 Bagi Wajib Pajak orang pribadi, yayasan atau organisasi yang sejenis, yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah bersifat final .
 Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), penghasilan yang diperoleh dari penghasilan tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan, dan Pajak Penghasilan terutang yang bersifat final sebesar 5% (lima per seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan, wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Final sebelum akhir tahun pajak yang bersangkutan, kecuali penghasilan yang diperoleh dari pengalihan sebagaimana dimaksud pada 2C.
80.
o Contoh :
o 1. Wajib Pajak Orang Pribadi
o Rudi Hartono menjual rumah dan tanahnya yang berada di Jl Pondok Rangun kepada Alan Budi Kusuma dengan harga Rp 50 juta. Rudi Hartono adalah seorang Wajib Pajak yang tiap tahunnya di atas PTKP. Maka perhitungan Pajak Pengasilan-nya sebagai berikut :
o Rp 50 juta x 5% : Rp 2,5 juta .
o 2. Wajib Pajak Badan yang usaha pokoknya tidak melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
o PT Indonesia Makmur adalah perusahaan pembuat raket bulu tangkis. Pada tanggal 3 Juli 2001 perusahaan ini menjual tanahnya di Bekasi yang luasnya 500 M2 kepada PT Indonesia Jaya dengan harga Rp 75 juta. Maka perhitungan Pajak Penghasilannya sebagai berikut :
o Rp 75 juta x 5% : Rp 3,75 juta .
81.
o Wajib Pajak Badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
o Masa Pajak Januari 2000
o - Penghasilan Netto bulan Januari 2000 = Rp 6.000.000,00
o - disetahunkan Rp 6.000.000,00 x 12 = Rp 72.000.000,00
 PPh terutang
o * 10 % x Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
o * 15 % x Rp 25.000.000,00 = Rp 3.750.000,00
o * 30 % x Rp 22.000.000,00 = Rp 6.600.000,00
o = Rp 12.000.000,00
o Besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 untuk bulan Januari 2000 adalah 1/12 x Rp 12.850.000,00 = Rp. 1.070.833,00
o KETERANGAN :
o Atas penghasilan yang telah diterima dan biaya-biaya yang telah terjadi sebelum tanggal 1 Januari 2000 yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final maka tidak diperhitungkan lagi dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang termasuk tahun buku yang meliputi tanggal 1 Januari 2000 dan tahun-tahun pajak sesudah tahun 2000.
o Contoh :
o - Penjualan tahun 2000 (menurut pembukuan komersial WP) = Rp 72.000.000,00
o - Uang muka/cicilan telah terkena PPh Final tahun 1999 = (Rp12.000.000,00)
o - Penjualan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh 2000 = Rp 60.000.000,00
82.
o DASAR HUKUM
 Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2002.
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 120/KMK.03/2002
 Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-227/PJ/2002 tentang Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Dari Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan
83.
o OBJEK PAJAK
 Yang menjadi objek pajak Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan adalah tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri.
o SUBJEK PAJAK
 Yang menjadi subjek pajak Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari menyewakan tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud di atas
o PEMBAYARAN DAN TARIF
 Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dari wajib pajak Badan maupun orang pribadi bersifat final sebesar 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan.
84.
o JUMLAH BRUTO
 Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan dan servive charge baik yang perjainjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.
o TATA CARA PELUNASAN
 Pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak;
 Penyetoran sendiri oleh yang menyewakan dalam hal penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak, selain yang tersebut pada ayat 1.
85.
o KONTRAK DAN PEMBAYARAN
 Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002 dan pelaksanaannya sebelum Mei 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 6 % (enam persen) dari jumlah bruto nilai sewa;
 Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002, tetapi pelaksanaannya setelah April 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai sewa;
 Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani tetapi pelaksanaannya setelah April 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai sewa;
86.
o DASAR HUKUM
 Pasal 16 C UU Pajak Pertambahan Nilai 1984
 Keputusan Menkeu Nomor : 554/KMK.04/2002 jo Keputusan Menkeu Nomor : 320/KMK.03/2002 tanggal 28 Juni 2002.
 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-07/PJ. 53/1995 tanggal 17 Maret 1995 (seri PPN 6-95)
87.
o MEKANISME
 1. Suatu kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila memenuhi syarat :
 a. dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan;
 b. yang dibangun adalah bangunan untuk tempat tinggal tidak termasuk fasilitas penunjang, tetapi kalau untuk tempat usaha termasuk semua fasilitas penunjang.
 c. luas bangunan 400 M2 atau lebih, untuk kegiatan yang dilakukan mulai 1 Juli 2002 luas bangunan 200 M2 atau lebih.
 d. bangunan bersifat permanen, artinya konstruksi utama bangunan tahan sampai dengan 25 tahun atau lebih.
 e. permulaan kegiatan membangun sendiri setelah 1 Januari 1995.
 2.Kegiatan pembangunan yang dilakukan secara bertahap, sepanjang tidak lebih dari 2 tahun, diperlakukan sebagai satu kesatuan kegiatan.
 3. Dalam hal kegiatan pembangunan dilakukan untuk kepentingan pihak lain, maka SSP-nya harus diserahkan kepada pihak yang berkepentingan karena tanggung jawab pembayaran berada di tangan pihak yang memanfaatkan;
88.
o 4. Saat pajak terutang adalah pada saat kegiatan mulai dilakukan pada atau sesudah 1 Januari 1995.
o 5.Tempat pajak terutang adalah di tempat bangunan didirikan
o 6. Dasar pengenaan pajak adalah 40 % dari seluruh pengeluaran (termasuk PPN) pada bulan yang bersangkutan, sehingga PPN yang terutang dihitung dengan perkalian 10 % x 40 % x jumlah seluruh pengeluaran dalam satu bulan;
o 7 .Pajak yang terutang dibayar ke Bank Persepsi selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.
89.
o 8. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-01/PJ.32/1997 tanggal 5 Juni 1997 ditegaskan perlakuan PPN atas kegiatan membangun sendiri di dalam kawasan real estate yang dilakukan oleh pemilik kavling yang diperoleh setelah 1 Januari 1995, sebagai berikut :
 a.Kegiatan membangun sendiri oleh pemilik kavling tersebut diperlakukan sebagai dibangun oleh real estate;
 b. DPP-nya sebesar nilai bangunan (tidak termasuk harga tanah) yang dihitung oleh PKP real estate seandainya rumah tersebut dibangun oleh PKP real estate.
 c. Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling tiap bulan dilaporkan kepada PKP real estate yang berkewajiban untuk memungut PPN yang terutang, kemudian menyetor dan melaporkan dalam SPT Masa PPN pada bulan yang bersangkutan;
 d. Dalam hal bangunan sudah selesai, real estate terkait menentukan nilai bangunan rumah tersebut sesuai dengan patokan harga yang berlaku. Apabila nilainya lebih besar dari pada perhitungan real estate, maka selisihnya harus dipungut PPN kemudian disetor dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN real estate yang bersangkutan. Apabila nilai tersebut lebih kecil maka selisihnya tidak dapat direstitusi.
 e. Pajak Masukan atas perolehan BKP yang digunakan untuk membangun rumah tersebut tidak dapat dikreditkan.
90.
o Contoh Kasus :
 PAIDIN adalah Direksi sebuah perusahaan. Pada tanggal 31 Desember 1994 mulai melakukan pembangunan rumah dengan luas seluruhnya 410 M2 yang dilakukan oleh tukang batu dan diawasi sendiri. Kegiatan ini memenuhi kriteria membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PAIDIN. Bangunan selesai dikerjakan dan siap untuk ditempati pada tanggal 31 Juni 1995. Karena kegiatan membangun sendiri rumah tinggal tersebut dilakukan oleh Paidin sebelum 1 Januari 1995, yang berarti bahwa Pasal 16 C UU PPN 1984 belum berlaku, maka tidak dikenakan PPN.
 PT WANGUN BODI adalah sebuah perusahaan karoseri yang sudah dikukuhkan sebagai PKP sejak 20 Maret 1996. Pada tanggal 2 Januari 2001 mulai melakukan kegiatan membangun gedung untuk tanbahan gudang dan kantor administrasi untuk kegiatan manajemen. Luas seluruh bangunan 650 M2. Kegiatan ini tidak diserahkan kepada pemborong melainkan dilakukan oleh tukang batu dan tukang kayu yang dibayar harian dan diawasi sendiri. Dalam bulan Januari 2001 telah dikeluarkan sejumlah Rp 40 juta untuk pembelian bahan bangunan dan ongkos tukang. Atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PT WANGUN BODI sebagai perusahaan karoseri ini dkenakan PPN. Adapun PPN yang terutang untuk Masa Pajak Januari 2001 dan wajib dibayar ke Kas Negara melalui Bank Persepsi selambat-lambatnya tanggal 15 Pebruari 2001 adalah : 10% x 40% x Rp 40 juta : Rp 1,6 juta. Pembayaran ini dilaporkan oleh PT WANGUN BD dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2001, formulir 1195 kode I.1.
91.
o Yayasan ‘SLAMET’ mengelola sebuah rumah sakit ‘WARAS-WARAS’. Pada tanggal 20 Juli 2001 mulai membangun gedung untuk garasi mobi ambulan dengan luas 500 M2. Pelaksanaannya dilakukan oleh tukang batu dan tykang kayu serta diawasi sendiri oleh direktorat teknis yayasan. Dalam bulan Juli 2001 telah dikeluarkan biaya sebesar Rp 10 juta. Kegiatan ini jelas dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan yayasan ‘SLAMET’. Oleh karena itu dikenakan PPN berdasar pasal 16C UU PPN 1984. PPN yang terutang untuk Masa Pajak Juli 2001 adalah : 10% x 40% x Rp 10 juta : Rp 400 ribu. Pajak ini harus disetor ke Kas Negara melalui Bank Persepsi selambat-lambatnya tanggal 15 Agustus 2001, kemudian lembar ketiga dari SSP diserahkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat sebagai laporan. Laporannya tidak menggunakan SPT Masa PPN, karena yayasan ‘SLAMET’ bukan PKP, melainkan menggunakan SSP lembar ketiga dikirimkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang di wilayahnya terletak bangunan yang sedang didirikan.
92.
o MEKANISME PENGENAAN PPN ATAS PENYERAHAN RUMAH MURAH
o Pengertian Umum
o Berkenaan dengan penyerahan rumah murah, dalam Keputusan Presiden Nomor : 18 Tahun 1986 jo Keputusan Presiden Nomor : 37 Tahun 1998 diatur beberapa hal sebagai berikut :
 Dalam pasal 2 diatur bahwa penyerahan rumah murah, rumag sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar Menteri Negara Urusan Perumahan Rakyat.
93.
o Dalam pasal 3 diatur bahwa :
 a).Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak dari Kontraktor kepada Perum Perumnas untuk pemborongan pembangunan rumah tersebut dalam pasal 2 angka 2, ditanggung pemerintah;
 b). Pajak Pertambahan Nilai .yang terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Kontraktor dalam rangka pembangunan tempat-tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah, ditanggung oleh Pemerintah. Ketentuan ini mulai berlaku tanggal 6 Pebruari 1995.
94.
o Perkembangan terakhir tentang PPN .yang terutang ditanggung oleh Pemerintah atas penyerahan rumah murah telah dituangkan dalam Surat Edran Dirjen Pajak Nomor : SE-20/PJ.51/1997 tanggal 18 Agustus 1997 yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut :
 Yang dimaksud rumah murah sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor : 18 Tahun 1986 jo Presiden Nomor : 22 Tahun 19997 (baca : Keputusan Presiden Nomor : 37 Tahun 1998) adalah :
 a).Rumah tipe KPR 70 ke bawah yang meliputi : Rumah Sederhana, Rumah Susun Sederhana.
 b). Rumah susun sederhana yaitu Rumah Susun sederhana yang berlantai 4 (empat) sampai 8 (delapan) lantai dengan luas bangunan maksimum 54 M2.
 c).Termasuk pengertian rumahn murah selain rumah tipe BTN / KPR 70 ke bawah adalah : Pondok Boro (Pondok Karyawan), Asrama Mahasiswa, Sarana ibadah, ibadah dan kepentingan social serta rumah beserta workshop dalam rangka Transmigrasi Swakarsa.
 Pembangunan Rumah murah dapat dilakukan oleh Perum Perumnas atau pengembang lainnya.
 Atas penyerahan Jasa Kena Pajak untuk pembangunan rumah murah yang dilakukan pemborong, PPN yang terutang ditanggung oleh Pemerintah.
 Apabila terdapat kelebihan tanah pada suatu rumah murah, sepanjang luas tanah seluruhnya tidak melebihi standar luas tanah rumah murah tipe KPR/BTN 70 ke bawah, maka PPN atas kelebihan tanah tersebut tetap ditanggung pemerintah. Tetapi apabila kelebihan tanah tersebut dibayar tunai, maka PPN-nya tidak ditangung pemerintah.
95.
o KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 524 /KMK.03/2001 TANGGAL 1 OKTOBER jo KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 248 / KMK.03/2002 TANGGAL 21 MEI 2002.
o Dalam pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 524/KMK.03/2001 tanggal 1 Oktober 2001 jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 248/KMK.03/2002 tanggal 21 Mei 2002 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2002 dirumuskan beberapa pengertian rumah yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, yaitu sebagai berikut :
o a). Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana adalah rumah dengan tipe T-21, T-27, T-36 yang perolehannya dibiayai fasilitas kredit kepemilikan bersubsidi maupun tidak bersubsidi dengan harga jual tidak melebihi batasan maksimum harga Rumah Sederhana T-36 sesuai dengan Keputusan Menteri Pemukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor 139/KPTS/M/2002.
o b). Rumah Susun Sederhana adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebgaai tempat hunian dengan luas maksimum 21 M2 (dua puluh satu meter persegi) setiap unit hunian, dilengkapi dengan KM/WC serta dapur, dapat bersatu dengan unit hunian atau terpisah dengan penggunaan komunal, dan diperuntukkan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang pembangunannya mengacu pada Permen Nomor: 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun.
96.
o C). Pondok Boro adalah bangunan sederhana yang dibangun dan dibiayai oleh perorangan atau Koperasi Buruh atau Koperasi Karyawan yang diperuntukkan bagi para buruh tidak tetap atau para pekerja sector informal berpenghasilan rendah dengan biaya sewa yang disepakati, dapat berupa bangunan gedung bertingkat atau tidak bertingkat.
o d). Asrama Mahasiswa dan pelajar adalah bangunan sederhana yang dibangun dan dibiayai oleh universitas atau sekolah, perorangan dan atau pemerintah daerah yang diperuntukkan khusus utnuk pemondokan pelajar atau mahasiswa, dapat berupa bangunan gedung bertingkat atau tidak bertingkat.
o e). Perumahan lainnya adalah Rumah Pekerja, yaitu tempat hunian yang dibangun dan dibiayai oleh suatu perusahaan, diperuntukkan bagi karyawannya sendiri dan bersifat tidak komersil, dapat berupa bangunan gedung bertingkat atau tidak bertingkat, yang persyaratan teknisnya memenuhi ketentuan tersebut dalam huruf a dan huruf b.
97.
o Penyerahan Rumah Sederhana atau Sangat Sederhana melalui penjualan tunai dan melalui cicilan bertahap yang disediakan oleh pengembang (bukan melalui fasilitas kredit pemilikan bersubsidi), PPN yang terutang tidak dibebaskan melainkan wajib dipu n gut oleh pengemba n g yang bersangkutan.
98.
o PENYERAHAN RUMAH/TANAH SIAP BANGUN
 Sebelum 1 Januari, penghitungan PPN yang terutang atas penyerahan rumah dan/atau tanah matang oleh perusahaan real estate dihitung tidak berdasarkan Harga Jual yang sebenarnya. Dalam penetapan Dasar Pengenaan Pajak bagi perusahaan real estat ikut dipertimbangkan pula kewajiban yang harus dipenuhi untuk membangun sarana lingkungan seperti jalan lingkungan, taman, sanitasi dan sarana untuk kepentingan umum/sosial lainnya.
 Biaya untuk pembangunan fasilitas umum dan fasilitas social ini, oleh pengusaha dialokasikan secara proporsional dalam Harga Jual Rumah/bangunan atau tanah matang, yang diperkirakan besarnya adalah 20 % dari Harga Jual tanah matang. Bagian dari harga jual yang merupakan bagian dari biaya pembuatan fasilitas umujm dan fasilitas social, dimaksudkan tidak dikenakan PPN lagi.
 Dalam surat Dirjen Nomor : S-1376/PJ.3/1986 tanggal 16 Mi 1986 yang ditujukan kepada DPP REI, yang merupakan penyempurnaan terhdap SE Dirjen Pajak Nomor : SE-55/PJ.3/1985 tanggal 20 Agustus 1995 (seri PPN-60), ditegaskan bahwa untuk penyerahan Barang Kena Pajak berupa bangunan dan atau tanah matang yang dilakukan oleh pengusaha real estat, Dasar pengenaan Pajaknya ditentukan sebagai berikut :
99.
o Untuk penyerahan tanah matang saja, Dasar Pengenaan Pajaknya dihitung dari Harga Jual tanah matang dikurangi 20 %.
o Untuk penyerahan bangunan besrta tanahnya, Dasar Pengenaan Pajaknya dihitung dari Harga Jual Bangunan beserta tanahnya, dikurangi dengan 20 % dari harga jual tanah matang.
o Contoh :
o Sebuah perusahaan real estat di samping menyerahkan bangunan, menyerahkan juga kapling siap bangun. Harga jual kapling siap bangun Rp 100 juta. Dasar Pengenaan Pajaknya dihitung dengan pola sebagai berikut :
o - Harga Pembebasan tanah : Rp 40.000.000,00
o - Biaya Pematangan : Rp 25.000.000,00
o - Biaya lain-lain : Rp 15.000.000,00
o - Margin Laba : Rp 20.000.000,00
o - Harga Jual Tanah Matang : Rp 100.000.000,00
o -/- 20% x Rp 100.000.000,00 : Rp 20.000.000,00
o - Dasar Pengenaan Pajak : Rp 80.000.000,00
100.
o Pada suatu ketika perusahaan ini menyerahkan sebuah bangunan dengan luas tanah yang sama, Harga Jual Rp 300 juta. Dasar Pengenaan Pajak dapat dihitung sebagai berikut :
o - Harga Pembebasan tanah : Rp 40.000.000,00
o - Biaya Pematangan : Rp 25.000.000,00
o - Biaya pembuatan bnagunan : Rp 150.000.000,00
 Biaya lain-lain sehubungan dengan :
o * tanah : Rp 15.000.000,00
o * bangunan : Rp 20.000.000,00
o : Rp 35.000.000,00
o - Margin Laba :
o * tanah : Rp 20.000.000,00
o * bangunan : Rp 30.000.000,00
o : Rp 50.000.000,00
o - Harga Jual Seluruhnya : Rp 300.000.000,00
o -/- 20% x Rp 100.000.000,00 : Rp 20.000.000,00
o - Dasar Pengenaan Pajak :Rp 180.000.000,00
101.
o Pada tanggal 21 Mei 2002 diterbitkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-22/PJ.51/2002 tentang Pengenaan PPN atas Penyerahan Tanah dan atau Bangunan oleh Perusahaan real estat dan Industrial estat, yang mulai berlaku 1 Juni 2002. Surat Edar a n ini mencabut berlakunya Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-55/PJ.3/1985 tanggal 20 Agustus 1985 dan Surat Dirjen Pajak Nomor : S-1376/PJ.3/1986 tanggal 16 Mei 1986. Dengan demikian atas penyerahan rumah dan atau tanah oleh perusahaan real estat atau industrial estat yang dilakukan sejak 1 Juni 2002, PPN yang terutang dihitung dari Harga Jual tanpa terebih dahulu dikurangi 20 % dari harga jual tanah setelah dimatangkan.
o Ketentuan yang baru ini tidak mempengaruhi penghitungan PPN atas penyerahan rumah dan atau tanah yang dilakukan oleh perusahaan real estat dan industrial estat yang dilakukan sebelum 1 Juni 2002. Dengan demikian tidak perlu disesuaikan dengan kebijakan baru yang dituangkan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-22/PJ.51/2002 tersebut. Dalam hal pembayarannya dilakukan secara angsuran, sisa angsuran yang masih dibayar sesudah 1 Juni 2002 tidak terpengaruh oleh perubahan kebijakan ini.
102.
o Latar belakang : Pemerintah/BUMN atau swasta memiliki tanah dan atau bangunan yang strategis (bernilai ekonomis) sebagai sarana untuk menjalankan usaha, namun disisi lain tidak memiliki dana cukup, sehingga pembangunannya bisa diserakan kepada pihak lain (developer);
o Pengertian : Bentuk perjanjian kerjasama pemanfaatan tanah dan atau bangunan milik/ kekayaan negara, perorangan atau badan hukum dengan pihak lain;
o Dasar hukum : Perjanjian kerjasama dilandasi asas kebebasan berkontrak, dengan prinsip :
 Kesepakatan untuk saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian;
 Perjanjian dibuat secara sah mengikat sebagai uu dan wajib mematuhi dengan itikad baik;
 Tidak dapat ditarik kembali selain dengan persetujuan kedua pihak atau karena uu;
o Bentuk kerjasama penggunausahaan ; BOT, BTO, BOO, BT, KSO
103.
o pemanfaatan tanah dan atau bangunan miliki/dikuasai Pemerintah oleh Pihak ketiga dengan cara Pihak Ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas di atas tanah dan atau bangunan tersebut dan mendayagunakannya selama jangka waktu tertentu untuk kemudian setelah jangka waktu tertentu berakhir menyerahkan kembali tanah dan bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut beserta pendayagunaannya kepada Pemerintah, serta membayar kontribusi sejumlah uang atas pemanfaatannya yang besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan;
Bangun Guna Serah Build-Operate-Transfer (BOT)
104.
o Dalam jangka waktu tertentu diberi hak konsesi untuk mengelola bangunan yang dibangun guna diambil manfaat ekonomi;
o Manfaat ekonomi ini dapat terbagi dalam prosentase tertentu untuk investor dan untuk pemilik sebagai sewa;
o Setelah jangka waktu tertentu maka pengelolaan kembali kepada pemilik yang semula hanya memiliki lahan saja dan tidak diperbaharui lagi;
o Developertidak mempunyai hubungan hukumlagi dengan bangunan;
o Asas : pemanfaatan, kepastian hukum, kerjasama saling menguntungkan, dan musyawarah;
o Contoh: Hotel, Pusat Perbelanjaan, Sarana Pariwisata, dll
105.
o Bangun Guna Milik atau Build Operate Owned (BOO) adalah perikatan antara Pemerintah dengan Pihak Ketiga dilakukan dengan ketentuan :
 Pemerintah mempunyai fasilitas (kewenangan) membangun infrastruktur;
 Pemerintah memberikan kewenangan kepada Pihak Ketiga infrastruktur yang seharusnya disediakan oleh Pemerintah;
 Pihak ketiga secara keseluruhan bertanggungjawab atas pembiayaan pembangunan, pengoperasian selama jangka waktu tertentu dan memiliki bangunan diatas tanah pihak lain;
 Pemerintah memberikan persetujuan atas nilai jual yang ditetapkan oleh Pihak Ketiga dengan memberikan persetujuan atau pembayaran royalti setiap tahun berdasarkan keuntungan yang diperoleh;
106.
o Kewenangan :
 Mengelola, memanfaatkan, menyewakan sisa tanah yang belum dibangun;
 Mengurus izin-izin untuk pengembangan dan pembangunan : pengesahan site plan, IMB, IPB,Amdal,etc;
 Memakai bagian dari bangunan sebagai kantor atau keprluan lain;
 Mengelola dan menyewakan bagian bangunan kepada pidak lain;
 Selama masa perjanjian kerjasama bertindak mewakili pemilik tanah dalam berbagai urusan dan perbuatan serta tindakan yang berkaitan dengan pengelolaan;
Kewenangan, Hak dan Kewajiban Developer Dalam Perjanjian BOT/BOO
107.
o Kewajiban :
 Membayar PBB dan Pajak lainnya;
 Selama masa perjanjian kerjasama pihak swasta bertanggungjawab atas pengelolaan, pengaturan dan penerimaan uang sewa gedung beserta fasilitasnya;
 Setelah berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan, pihak developer wajib menyerahkan tanah dan bangunan kepada pemilik tanah dalam keadaan baik, utuh dan bebas dari segala tuntutan hukum atau pihak ketiga (jika BOT);
 Setelah berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan pihak developer menjadi pemilik bangunan dan tidak mempunyai kewajiban untuk mengalihkan pada pemegang hak atas tanah;
108.
o adalah pemanfaatan tanah dan atau bangunan mlik/dikuasai Pemerintah oleh Pihak Ketiga dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas di atas tanah dan atau menyediakan, menambah sarana lian berikut failitas di atas tanah dan atau bangunan tersebut dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pemerintah untuk kemudian oleh Pemerintah tanah dan bangunan siap dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut diserahkan kembali kepada Pihak Ketiga untuk didayagunakan selama jangka waktu tertentu, dan atas pemanfaatannya tersebut Pihak Ketiga dikenakan konstribusi sejumlah uang yang besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan;
Bangun Serah Guna Build-Transfer-Operate (BTO)
109.
o Bangun Serah atau Build and Transfer (BT)
o adalah Perikatan antara Pemerintah dengan Pihak Ketiga dengan ketentuan:
 tanah milik pemerintah;
 Pihak Ketiga membangun dan membiayai sampai dengan selesai;
 Setelah pembangunan selesai Pihak Ketiga menyerahkan kepada Pemerintah Daerah;
 Pemerintah Daerah membayar biaya pembangunanya;
110.
o Kerjasama Operasi (KSO) adalah perikatan antara Pemerintah dengan pihak ketiga dimana Pemerintah menyediakan tanah dan/atau bangunan, dan pihak ketiga menanamkan modal yang dimilikinya dalam salah satu usaha, selanjutnya kedua belah pihak secara bersama-sama atau bergantian mengelola manajemen dan proses operasionalnya, keuntungan dibagi sesuai dengan besarnya “share”/penyertaan masing-masing pihak.


PPN ATAS PENYERAHAN EMAS PERHIASAN OLEH PENGUSAHA TOKO EMAS PERHIASAN
Pengertian
- Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang penyerahan emas perhiasan, berdasarkan pesanan maupun penjualan langsung, baik produksi sendiri maupun pihak lain; yang memiliki karakteristik pedagang eceran.
- Emas Perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari emas dan atau logam mulia lainnya, termasuk yang dilengkapi dengan batu permata dan atau bahan lain yang melekat atau terkandung dalam emas perhiasan tersebut;
- Harga Jual Emas Perhiasan adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan karena penyerahan emas perhiasan, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
- Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan meliputi;
a. Membuat dan atau menjual emas perhiasan;
b. Membuat emas perhiasan berdasarkan pesanan;
c. Menyuruh orang lain untuk membuat emas perhiasan yang akan dijual;
d. Jual beli emas perhiasan;
e. Jual beli emas perhiasan dengan batu permata;
f. Memperbaiki dan memodifikasi emas perhiasan;
g. Jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas perhiasan.
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan terutang PPN sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga jual emas perhiasan.

Yang Perlu Dilakukan Oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan
- Pengusaha Toko Emas Perhiasan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
- Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang melakukan penyerahan emas perhiasan wajib membuat Faktur Pajak, memungut, dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, serta melaporkannya pada Surat Pemberitahuan Masa PPN.
Penghitungan PPN Yang Terutang
Pengusaha Toko Emas Perhiasan dapat memilih penghitungan PPN yang terutang dengan 2 (dua) cara, yaitu:
* Menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan PPN dengan cara sebagai berikut:
a. PPN yang terutang atas penyerahan emas perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah 10% x Harga Jual Emas Perhiasan;

Angsuran PPh Pasal 25 Pedagang Grosir dan Eceran
Direktorat Jenderal Pajak saat ini selain sedang gencar-gencarnya meningkatkan jumlah NPWP Karyawan melalui pemberi kerja, juga melakukan ekstensifikasi dengan menjaring Wajib Pajak Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi. Penyisiran dilakukan di lokasi-lokasi keramain seperti mall, plaza, pasar, square dan tempat-tempat keramaian lainnya.
Penyisiran tersebut dilakukan Ditjen Pajak karena kalau berdasarkan fakta yang ada sangat kecil persentase dari pedagang yang berjualan melalui tempat usaha/gerai (outlet) mempunyai NPWP dan melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar.
Disadari oleh Ditjen Pajak bahwa pengetahuan dan pemahaman mengenai perpajakan dari pedagang tersebut sangat rendah, oleh karena itu untuk memudahkan pedagang grosir dan eceran melaksanakan kewajiban perpajakannya maka dikeluarkanlah Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-171/PJ./2002 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu sebagai petunjuk pelaksanaan dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002.
Definisi
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran..
Wajib Pajak tersebut di atas wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP bagi setiap tempat usaha/gerai (outlet) di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha/gerai (outlet) tersebut (KPP lokasi) dan di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak (KPP domisili). Ketentuan tersebut juga berlaku dalam hal tempat usaha/gerai (outlet) dan tempat tinggal Wajib Pajak yang bersangkutan berada dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama.
Besarnya Angsuran PPh Pasal 25
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar oleh Wajib Pajak di ats adalah sebesar 2% (dua persen) dari jumlah peredaran bruto berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap bulan, yang dibayarkan atas nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing tempat usaha/gerai (outlet).
Status Pembayaran Angsuran PPh Pasal 25
Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang telah dilakukan merupakan:
a. Pelunasan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan apabila Wajib Pajak tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final;
b. Kredit Pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan apabila Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final.
Kompensasi Kerugian
Perlakuan kompensasi kerugian tahun-tahun sebelumnya diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal Wajib Pajak tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final, kompensasi kerugian tidak dapat diperhitungkan;
b. Dalam hal Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final, kompensasi kerugian dapat diperhitungkan dengan penghasilan pengusaha tertentu sepanjang belum habis masa kompensasinya.
Penyampaian SPT Tahunan
Wajib Pajak pedagang grosir dan eceran seperti tersebut di atas Wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan dengan melampirkan daftar jumlah penghasilan dan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha/gerai (outlet) sesuai contoh formulir pada Lampiran I KEP-171/PJ./2002 kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar (KPP domisili).
Memperoleh Penghasilan Lain
Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dalam tahun berjalan menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 atas penghasilan lain tersebut berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu;
b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan setelah batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan adalah sebesar perbandingan antara penghasilan lain neto dengan total penghasilan neto dikalikan besar angsuran yang terutang berdasarkan SPT Tahunan tahun sebelumnya;
SPT Masa PPh Pasal 25
Wajib Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran II KEP-171/PJ./2002dan dilampiri lembar ke-3 Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pelayanan Pajak tempat usaha/gerai (outlet) Wajib Pajak terdaftar.
Surat Tagihan Pajak
• Surat Tagihan Pajak atas Pajak Penghasilan Pasal 25 yang tidak atau kurang dibayar dan atau tidak atau terlambat dilaporkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, diterbitkan setiap saat setelah lewat jatuh tempo pembayaran/penyetoran dan atau jatuh tempo pelaporan.
• Penerbitan Surat Tagihan Pajak dilakukan meliputi bulan-bulan pada saat atau masa Pajak Penghasilan terhutang yang tidak/kurang dibayar atau timbulnya sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga yang terhutang.
• Dasar penghitungan pokok pajak terutang dalam rangka penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu didasarkan pada:
a. Hasil pemeriksaan lapangan dalam pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak; atau
b. Peredaran bruto menurut Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sepanjang Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai meliputi satu outlet/gerai yang dimiliki Wajib Pajak terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak yang sama dengan Kantor Pelayanan Pajak dimana Pengusaha Kena Pajak terdaftar.
Contoh SPT dari pedagang grosir dan eceran
Daftar jumlah Penghasilan dan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25
Nama : ……………………………………………
NPWP : ……………………………………………
Alamat : ……………………………………………
Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25
No. NPWP tempat
usaha/ gerai (outlet) KPP Lokasi Alamat Penghasilan PPh Pasal 25
dibayar
Peredaran
Usaha
(Perdagangan) Penghasilan
Lain


Jumlah
Tanda tangan, nama dan cap
………………………………………
SPT Masa PPh Pasal 25
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK ………………………. Lembar ke-1 : untuk Kantor Pelayanan Pajak
Lembar ke-2 : untuk arsip Wajib Pajak


SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Bulan : ……………………Tahun : …………………………………
Nama : ……………………………………………
NPWP : ……………………………………………
Alamat : ……………………………………………
No. Uraian Jumlah
(Rp) Tarif PPh Pasal 25 Terutang
(Rp)
1 2 3 4 5
1. Penghasilan Tetap Peredaran Usaha (Perdagangan) ………………………………………….. 2%
2. Penghasilan Lain ………………………………………….. ………………………………………….. -
Jumlah
PPh sebesar Rp…………………..(…………………………………………………………….) telah disetor pada tanggal …………………. di …………………………..
……………………………………
Tanda tangan, nama dan cap
………………………………………
Perhatian
Lampirkan Lembar ke-3 Surat Setoran
Pajak atas jumlah pada kolom 5

Contoh Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang Menerima atau Memperoleh Penghasilan Lain :
Penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan (berdasarkan SPT Tahunan tahun sebelumnya)


Uraian Perdangan
(Rp) Penghasilan lain
(Rp) Jumlah
(Rp)
Peredaran Bruto 600.000.000 200.000.000 800.000.000
Harga Pokok dan Biaya lain -500.000.000 -120.000.000 -620.000.000
Penghasilan Neto 100.000.000 80.000.000 180.000.000
PTKP (K/2) 16.800.000
Penghasilan Kena Pajak 163.200.000
PPh Terutang (tarif Ps. 17 UU PPh) 28.370.000
Kredit Pajak (2% x Rp. 600.000.000) -12.000.000
PPh Kurang Bayar 16.370.000
Besar Angsuran (1/12 x 16.370.000) 1.364.167
Besar Angsuran untuk Penghasilan Lain 606.296
(80.000.000 / 180.000.000) x 1.364.167
* Penghasilan lain neto x Besar Angsuran menurut SPT
Total Penghasilan neto



PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN HASIL TEMBAKAU
Keputusan Dirjen Pajak : KEP-103/PJ./2002
Tanggal : 28-Feb-2002
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
Menimbang :
bahwa dalam rangka pelaksanaan dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 Tentang
Dasar Penghitungan, Pemungutan, dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil
Tembakau, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 4061);
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil
Pajak Pertambahan Nilai;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 597/KMK.04/2001 tentang Penetapan Tarif Cukai dan
Harga Dasar Hasil Tembakau;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 tentang Dasar Penghitungan,
Pemungutan, dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau;
7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-12/PJ./1995 tentang Bentuk Dan Isi Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Dan SPT Masa PPN Bagi
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran Yang Memilih Menggunakan Nilai Lain sebagai
Dasar Pengenaan Pajak, Keterangan Dan Dokumen Yang Harus Dilampirkan, Serta Buku
petunjuk Pengisiannya.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS PENYERAHAN HASIL TEMBAKAU.
Pasal 1
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Hasil tembakau adalah hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 11
Tahun 1995 tentang Cukai, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil
pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti
atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
2. Pengusaha Pabrik hasil tembakau adalah badan hukum atau orang pribadi yang mengusahakan
pabrik hasil tembakau dan memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Pabrik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
3. Importir hasil tembakau adalah orang pribadi atau badan hukum yang melakukan kegiatan
memasukkan hasil tembakau yang dibuat di luar negeri ke dalam daerah pabean.
4. Harga Jual Eceran adalah harga penyerahan kepada konsumen akhir yang didalamnya sudah
termasuk Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai.
5. Pemberian cuma-cuma adalah penyerahan hasil tembakau kepada pihak ketiga secara
cuma-cuma.
6. Pemakaian sendiri adalah penyerahan hasil tembakau kepada pengusaha sendiri, pengurus atau
karyawan sendiri secara cuma-cuma.
7. Mitra Produksi adalah orang perorangan atau badan yang menghasilkan hasil tembakau karena
pesanan atau permintaan baik dengan bahan dan atas petunjuk dari Pengusaha Pabrik hasil
tembakau maupun tidak.
8. Jasa Makloon produksi hasil tembakau adalah kegiatan pemberian jasa dalam rangka
menghasilkan hasil tembakau karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas
petunjuk dari Pengusaha Pabrik hasil tembakau.
9. Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun baku melakukan penyerahan
BKP atau JKP dengan jumlah peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak melebihi batas
tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000.
Pasal 2
(1) Atas penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil
tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau, dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung berdasarkan tarif efektif sebesar 8,4%
(delapan koma empat persen) dikalikan dengan Harga Jual Eceran Hasil tembakau.
(3) Besarnya Harga Jual Eceran hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah:
a. Harga Jual Eceran; atau
b. 75% (tujuh puluh lima persen) dari Harga Jual Eceran, dalam hal pemberian cuma-cuma;
atau
c. 50% (lima puluh persen) dari Harga Jual Eceran, dalam hal Pemakaian Sendiri.
Pasal 3
(1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam
negeri atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri dipungut dan disetor oleh Pengusaha Pabrik
hasil tembakau atau Importir hasil tembakau, termasuk sebagai Pengusaha Kecil yang memilih
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, bersamaan pada saat pembayaran Cukai atas
penebusan pita cukai dengan cara penyetoran tunai kepada Bank Persepsi dengan Surat Setoran
Pajak.
(2) Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan atau perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dapat diperhitungkan dengan
Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor pada saat pembayaran Cukai atas penebusan pita
cukai pada Masa Pajak berikutnya.
(3) Atas impor hasil tembakau yang dibuat di luar negeri yang telah dilunasi PPNnya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tidak lagi dipungut Pajak Pertambahan Nilai Impor.
(4) Untuk menetapkan jumlah yang disetor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pengusaha Pabrik
hasil tembakau dan Importir hasil tembakau dapat memperhitungkan:
a. Kelebihan Pajak Masukan yang diperhitungkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak
sebelum masa dilakukan penebusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
b. Nilai Pajak Pertambahan Nilai atas pita cukai yang dikembalikan.
(5) Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan tetap berpedoman kepada
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-12/PJ./1995.
(6) Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib melakukan penelitian dan konfirmasi kemudian atas
kebenaran Pajak Masukan yang digunakan untuk melunasi PPN yang terhutang atas penyerahan
hasil tembakau yang harus disetor.
(7) Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) adalah
sebagaimana contoh dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 4
(1) Kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai akibat adanya pengembalian pita cukai dapat
diperhitungkan dengan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor pada saat pembayaran Cukai
atas penebusan pita cukai.
(2) Dalam hal Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir hasil tembakau menghentikan kegiatan
usahanya dan tidak lagi melakukan penebusan pita cukai, maka kelebihan pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan permohonan
pengembalian.
3) Permohonan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau
Importir hasil tembakau terdaftar dan diproses sesuai dengan tatacara pengembalian pajak yang
seharusnya tidak terutang.
Pasal 5
(1) Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau yang tergolong sebagai Pengusaha Kecil yang tidak memilih
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah bukan Pengusaha Kena Pajak.
(2) Pedagang Besar, Agen, Penyalur Utama, dan Pedagang Eceran, yang semata-mata melakukan
penyerahan hasil tembakau, tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(3) Apabila dalam suatu bulan tahun Takwim berjalan, Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jumlah peredaran brutonya melebihi batasan Pengusaha
Kecil, Maka Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau tersebut harus dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan saat batasan Pengusaha Kecil
telah terlampaui.
(4) Dalam hal terjadi kekurangan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai akibat dilampauinya batasan
Pengusaha Kecil, kepada Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau yang bersangkutan dapat diterbitkan
surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 6
(1) Jasa Makloon produksi hasil tembakau yang diserahkan oleh Mitra Produksi kepada Pengusaha
Pabrik hasil tembakau merupakan Jasa Kena Pajak.
(2) Mitra Produksi harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sepanjang tidak tergolong
sebagai Pengusaha Kecil.
(3) PPN yang terutang atas penyerahan Jasa Makloon produksi hasil tembakau sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah 10% x imbalan Jasa Makloon produksi hasil tembakau.
(4) Imbalan Jasa Makloon produksi hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah
Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Mitra
Produksi karena penyerahan Jasa Makloon produksi hasil tembakau sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).

Pasal 7
(1) Apabila Mitra Produksi menghasilkan hasil tembakau karena pesanan atau permintaan, dengan
bahan baku dari Mitra Produksi yang bersangkutan, dan pengerjaannya atas petunjuk Pengusaha
Pabrik hasil tembakau maka atas penyerahan hasil tembakau kepada Pengusaha Pabrik hasil
tembakau terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari Harga Jual.
(2) Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Pasal 8
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Maret 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 28 Pebruari 2002

DIREKTUR JENDERAL
ttd

HADI POERNOMO
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN I
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK.

NOMOR : KEP-103/PJ./2002 TENTANG


PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

ATAS PENYERAHAN HASIL TEMBAKAU
CONTOH PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI UNTUK PENGUSAHA PABRIK HASIL TEMBAKAU DAN IMPORTIR HASIL
TEMBAKAU
I. Contoh Pengisian SPT Masa PPN untuk Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau:
Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau Dalam Negeri "A" dalam Masa Pajak April 2002 melakukan
kegiatan sebagai berikut:
- Tanggal 27 April 2002 menebus pita cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan
nilai penyerahan (total HJE) sebesar Rp 12 Milyar, sehingga nilai PPN yang terutang
sebesar Rp. 1.008 juta (8,4% x Rp 12 Milyar).
- Kelebihan PPN Masa Pajak Maret 2002 berdasarkan SPT Masa Pajak Maret 2002 yang
telah dilaporkan pada tanggal 20 April 2002 sebesar Rp 100 juta.
- Setoran tunai pada saat penebusan pita cukai sebesar Rp 908 juta dengan Surat Setoran
Pajak.
- Membeli bahan-bahan baku/pembantu produksi dalam negeri dengan membayar Pajak
Masukannya sebesar Rp 450 juta selama Masa Pajak April 2002.
- Melakukan impor mesin produksi dari luar negeri dengan membayar PPN Impor sebesar
Rp 150 juta.
- Menjual hasil produksi rokok sebesar Rp 9,5 milyar selama Masa Pajak April 2002
- Tidak ada pita cukai yang dikembalikan.
Penghitungan PPN Masa Pajak April:
--------------------------------------------
- Pajak Keluaran Masa Pajak April 2002 = Rp 1.008.000.000,-
- Kompensasi PPN Masa Pajak Maret 2002 = Rp 100.000.000,-
---------------------------- -



- PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak April 2002 = Rp 908.000.000,- (SSP)
- Pajak Masukan Dalam Negeri pada Masa Pajak April 2002 = Rp 450.000.000,-
- Pajak Masukan Impor pada Masa Pajak April 2002 = Rp 150.000.000,-
-------------------------

= Rp 600.000.000,-
- Diperhitungkan dalam penebusan pita cukai = Rp ,-
pada Masa Pajak April 2002 -------------------------
- Dikompensasi ke Masa Pajak Mei 2002 = Rp 600.000.000,-
--------------------------
Pengisian SPT Mass PPN Masa Pajak April 2002 sebagai berikut:
------------------------------------------------------------------------------------------------
Kode B.1.3.5 Penyerahan dengan tarif efektif = Rp 12.000.000.000,-
Kode C.1.2 Pajak Keluaran = Rp 1.008.000.000,-
Kode C.4.2 Pajak yang disetor dimuka
dalam Masa Pajak yang sama = Rp 908.000.000,-
Kode C.5 Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri = Rp 100.000.000,-
Kode D.1.1 Pajak Masukan Impor = Rp 150.000.000,-
Kode D.1.2 Pajak Masukan Dalam Negeri = Rp 450.000.000,-
Kode D.3 Kompensasi Kelebihan PPN bulan lalu = Rp 100.000.000,-
Kode D.5 Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan = Rp 700.000.000,-
Kode E.2 Pajak yang lebih dibayar = Rp 600.000.000,-
Catatan:
1. Penjualan rokok sebesar Rp 9,5 milyar tidak diperhatikan karena B.1.3.5 diisi sesuai dengan
penyerahan yang dihitung berdasarkan nilai PPN atas penebusan pita cukai, yaitu Rp 12 Milyar.
2. PPN yang disetor di muka dalam Masa Pajak yang sama dihitung dari Rp 1.008 juta dikurangi
Rp 100 Juta (kompensasi kelebihan PPN bulan lalu) = Rp 908 juta.
3. Kelebihan PPN Masa Pajak April 2002 sebesar Rp 600 juta yang dilaporkan dalam SPT Masa
PPN Masa Pajak April 2002 dapat diperhitungkan dengan PPN yang harus dibayar pada saat
penebusan pita cukai Masa Pajak Mei 2002 atau Masa Pajak berikutnya.
II. Contoh Pengisian SPT Masa PPN untuk Importir Hasil Tembakau:
Importir Rokok "B" dalam Masa Pajak April 2002 melakukan kegiatan sebagai berikut:
- Tanggal 27 April 2002 menebus pita cukai pada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan
nilai penyerahan (total HJE) sebesar Rp 1,2 milyar, sehingga nilai PPN yang terutang
sebesar Rp. 100,8 juta (8,4% x Rp 1,2 Milyar).
- Kelebihan PPN masa Maret 2002 sebesar Rp 10 juta
- Setoran tunai pada saat penebusan pita cukai bulan April sebesar Rp 90,8 juta dengan
Surat Setoran Pajak.
- Menjual hasil produksi rokok sebesar Rp 950 juta selama Masa Pajak April 2002.
- Membayar Pajak Masukan atas sewa ruangan kantor sebesar Rp 1 juta.
- Pajak Masukan Impor atas pembelian peralatan kantor Rp 1,5 juta.
- Tidak ada pita cukai yang dikembalikan.
Penghitungan PPN Masa Pajak April:
------------------------------------------------------
- Pajak Keluaran Masa Pajak April 2002 = Rp 100.800.000,-
- Kompensasi Kelebihan Masa Pajak Maret 2002 = Rp 10.000.000,-
------------------------
- PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak April 2002 = Rp 90.800.000,- (SSP)
- Pajak Masukan Dalam Negeri pada Masa Pajak April 2002 = Rp 1.000.000,-
- Pajak Masukan (impor) selain hasil tembakau
pada Masa Pajak April = Rp 1.500.000,-
--------------------------
Rp 2.500.000,-
- Diperhitungkan dalam penebusan pita cukai
pada Masa Pajak April 2002 = Rp ,-
---------------------------
- Dikompensasi ke Masa Pajak Mei 2002 = Rp 2.500.000,-
Pengisian SPT Masa PPN Masa Pajak April 2002 sebagai berikut:
------------------------------------------------------------------------------------------------
Kode B.1.3.5 Penyerahan dengan tarif efektif = Rp 1.200.000.000,-
Kode C.1.2 Pajak Keluaran = Rp 100.800.000,-
Kode C.4.2 Pajak yang disetor dimuka
dalam Masa Pajak yang sama = Rp 90.800.000,-
Kode C.5 Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri = Rp 10.000.000,-
Kode D.1.1 Pajak Masukan Impor = Rp 1.500.000,-
Kode D.1.2 Pajak Masukan Dalam Negeri = Rp 1.000.000,-
Kode D.3 Kompensasi Kelebihan PPN bulan lalu = Rp 10.000.000,-
Kode D.5 Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan = Rp 12.500.000,-
Kode E.2 Pajak yang lebih dibayar = Rp 2.500.000,-
Catatan:
1. Penjualan rokok sebesar Rp 950 juta tidak diperhatikan karena B.1.3.5 diisi sesuai dengan
penyerahan yang dihitung berdasarkan nilai PPN atas penebusan pita cukai, yaitu Rp 1,2 Milyar.
2. PPN yang disetor di muka dalam Masa Pajak yang sama dihitung dari Rp 100,8 juta dikurangi
Rp 10 juta (kompensasi kelebihan PPN bulan lalu) = Rp 90,8 juta.
3. Kelebihan PPN Masa Pajak April 2002 sebesar Rp 2,5 juta yang dilaporkan dalam SPT Masa
PPN Masa Pajak April 2002 dapat diperhitungkan dengan PPN yang harus dibayar pada saat
penebusan pita cukai Masa Pajak Mei 2002 atau Masa Pajak berikutnya.


LEASING: INTERNATIONAL GOOD PRACTICE

1.1 Pengertian dan jenis-jenis leasing
Terdapat beberapa pengertian mengenai leasing1, antara lain:
􀂾 Suatu perjanjian penyediaan barang-barang modal yang digunakan untuk suatu
jangka waktu tertentu [Financial Accounting Standard Board (FASB-13)].
􀂾 Suatu perjanjian dimana lessor menyediakan barang dengan hak penggunaan
oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka waktu tertentu
[The International Accounting Standard (IAS-17)].
􀂾 Suatu kontrak antara lessor dengan lessee untuk penyewaan suatu jenis barang
tertentu langsung dari pabrik atau agen penjual oleh lessee. Hak kepemilikan
barang tetap berada pada lessor. Lessee memiliki hak pakai atas barang tersebut
dengan membayar sewa dengan jumlah dan jangka waktu yang telah ditetapkan
[The Equipment Leasing Association (ELA-UK) dan Accounting Standars
Committee of European Countries].
􀂾 Kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa
guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak
opsi (operating lease) 2 untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran secara berkala [Keputusan Menteri Keuangan No.
1169/KMK.01/1991 tanggal 21 Nopember 1991 tentang kegiatan Sewa Guna
Usaha].
Berdasarkan berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan dalam setiap transaksi leasing
selalu melibatkan 3 pihak, yaitu:
􀂾 Lessor adalah perusahaan leasing atau dalam hal ini pihak yang memiliki hak
kepemilikan atas barang (asset)
􀂾 Lessee adalah perusahaan atau pemakai barang (asset) yang memiliki hak opsi
pada akhir perjanjian
􀂾 Supplier (vendor) adalah pihak penjual barang yang di sewa guna usahakan.
Pada dasarnya terdapat beberapa jenis leasing, tetapi secara mendasar, leasing dapat
dikelompokkan dalam 2 katagori3:
1. Direct lease, yaitu lessee mengidentifikasi barang (asset) yang sebelumnya telah
dilakukan negosiasi harga, dan menghubungi perusahaan leasing (lessor) untuk
membelinya dari pabrik (jika baru) dan dari pemilik sebelumnya (jika sudah
dipakai) untuk disewakan kepada lessee.
2. Sale-and-lease back (biasa juga disebut dengan purchase leaseback), yaitu
lessee menjual barang yang sebelumnya dimiliki kepada perusahaan leasing
1 Dikutip dari Dahlan Siamat, “Manajemen Lembaga Keuangan”, hal. 241.
2 Finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha, dimana lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk
membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sedangkan operating lease tidak mempunyai
hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
3 Dikutip dari http://www.1st-leasing.co.uk
ADB SME DEVELOPMENTTA
2
dengan harga pasar atau nilai buku (yang mana lebih rendah) dan kemudian
menyewakannya kembali.
Dalam kedua katagori sebelumnya, lessor adalah pemilik barang (asset) dan bukan
lessee (hanya sebagai penyewa). Berdasarkan perjanjian sewa, maka lessee harus
mengembalikan barang tersebut kepada lessor pada akhir penyewaan. Beberapa lessor
dapat memperbaharui perjanjian sewa sebelumnya dengan biaya minimal (periode kedua)
atau menjual barang tersebut kepada pihak ketiga (yang bertindak sebagai agen dari
lessor).
Berdasarkan jenisnya, leasing dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis utama4, yaitu:
3. Finance leasing (full payout lease). Secara umum lessee tidak dapat memiliki
barang (asset) yang sebelumnya disewa. Meskipun demikian, lessee biasanya
mempunyai pilihan untuk melanjutkan penyewaan dan membayar sewa dengan
nilai minimal (seringkali disebut sebagai “peppercorn rental”). Pada akhir waktu
penyewaan, barang akan dijual kepada pihak ketiga dan lessee menerima share
dari penjualan (jika penyewaan tidak dilanjutkan).
4. Operating lease. Biasanya jangka waktu lebih pendek dibandingkan finance
leasing (selalu lebih pendek dibandingkan umur ekonomis dari barang/asset).
Operating lease tidak berbeda dengan sewa biasa. Lessor mengharapkan untuk
menjual barang/asset di pasar second-hand atau menyewakannya kembali,
sehingga lessor tidak membutuhkan untuk menutupi nilai total asset dari
pembayaran sewa. Tidak berbeda dengan finance leasing, lessee tidak dapat
memiliki asset. Berbeda dengan finance lease, lessee tidak memiliki share dari
penjualan barang kepada pihak ketiga.
5. Contract hire. Sebagai bentuk dari operating lease (biasanya digunakan untuk
mobil atau kendaraan lain), dimana lessee memperoleh jasa tambahan seperti
pemeliharaan, manajemen, atau memperoleh penggantian jika asset dalam
perbaikan.
Pada akhir jangka waktu penyewaan, lessee memiliki beberapa pilihan, antara lain:
􀂾 Mengembalikan barang/asset kepada lessor;
􀂾 Berfungsi sebagai agen dari lessor untuk menjual barang/asset kepada pihak
ketiga; dan atau
􀂾 Dapat memperbaharui kontrak sewa atau masuk ke dalam penyewaan tahap
kedua.
1.2 Keuntungan dan kerugian leasing
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh lessee dari leasing, antara lain:
1. Cash flow lebih baik. Leasing menyediakan akses kepada barang/asset tertentu
dengan pembayaran minimal di muka dan menyebarkan sisa biayanya dalam jangka
waktu tertentu.
2. Bukan pinjaman. Sebuah operating lease menyediakan kepada lessee pilihan kredit
dan tidak dengan plafond kredit seperti pada umumnya, sehingga tidak diklasifikasikan
sebagai pinjaman, tetapi sebagai pengeluaran.
4 Ibid
ADB SME DEVELOPMENTTA
3
3. Penyediaan keuangan yang lebih maksimal. Bersamaan dengan pembelian
barang/asset melalui perusahaan leasing, maka lessee akan memperoleh manfaat
pembebasan biaya lainnya, seperti untuk instalasi dan training.
4. Manajemen likuiditas yang lebih sederhana. Pembayaran sewa kepada lessor
biasanya tetap, sehingga menyebabkan manajemen kas lebih dapat diprediksi dan
lebih mudah, dibandingkan pinjaman dengan pembayaran yang berubah-ubah.
Tingkat bunga yang tetap juga akan memberikan manfaat, seandainya tingkat bunga
mengalami kenaikan.
5. Pengurang pajak. Pembayaran operating lease umumnya dapat menjadi pengurang
pajak (tax deductible), seperti hal depresiasi, tetapi diperhitungkan sebelum pajak.
Sedangkan pembelian dengan cash, sebaliknya diperhitungkan setelah pajak.
6. Jangka waktu yang fleksibel. Kontrak leasing dapat dibuat fleksibel sesuai dengan
kebutuhan lessee. Lessee dapat menggunakan barang/asset sesuai waktu yang
diinginkan, tanpa harus memiliki selamanya.
Sedangkan beberapa kerugian dari leasing, antara lain:
1. Lebih mahal. Finance lease biasanya lebih mahal dibandingkan pembelian
barang/asset secara cash. Meskipun demikian, leasing mungkin biayanya lebih rendah
dibandingkan bentuk pembiayaan lainnya. Juga akan memperoleh manfaat pajak, jika
kegiatan leasing diperhitungkan.
2. Memerlukan jaminan tambahan. Lessor mungkin memerlukan jaminan tambahan,
tergantung kepada rating kredit dari lessee. Jaminan tambahan ini dapat disediakan
oleh lessee, partner lessee, atau bank dari lessee.
3. Jangka waktu yang tetap. Lessee tidak dapat menghentikan penyewaan lebih cepat
dari jangka waktu yang ditentukan dalam kontrak awal.
4. Suku bunga yang tetap. Suku bunga yang ditetapkan lessor biasanya tetap,
meskipun dalam jangka waktu tertentu terdapat penurunan suku bunga.
1.3 Pengalaman leasing di beberapa negara
1.3.1 Industri leasing di Korea5
Leasing telah diperkenalkan di Korea sejak tahun 1970-an, dengan tujuan untuk
menyediakan diversifikasi sumber pembiayaan kepada industri pengolahan domestik,
utamanya perusahaan skala kecil dan menengah. Perusahaan leasing Korea secara
efektif memberikan kontribusi dalam ekonomi nasional dengan menyediakan pembiayaan
jangka panjang kepada perusahaan (termasuk industri skala kecil dan menengah) untuk
penyediaan peralatan yang diperlukan industri pengolahan.
Dukungan yang secara konsisten diberikan pemerintah, seperti menerbitkan Leasing
Business Promotion Act, menyebabkan industri leasing di Korea mengalami
perkembangan pesat. Industri leasing di Korea tumbuh menjadi bagian penting dari
ekonomi nasional, dengan nilai investasi sekitar 14 Triliun Won (US$ 10 Milyar)6 pada
tahun 1995, atau sekitar 31% dari nilai total investasi peralatan di Korea.
Sejak pertengah tahun 1998, perusahaan leasing mengalami kesulitan likuiditas yang
disebabkan karena krisis nilai tukar dan kebijakan uang ketat di pasar uang. Untuk
5 Disummary dari htttp://www.kdlc.co.kr/eng/intro/main.html
6 Asumsi US$ 1 = 1.300 Won, dibulatkan
ADB SME DEVELOPMENTTA
4
mengatasi masalah ini, pemerintah Korea mulai mempromosikan program restrukturisasi
perusahaan leasing, bersamaan dengan program restrukturisasi industri perbankan sejak
bulan April 1998. Sejak Juni 1998, program restrukturisasi perusahaan leasing mulai
diimplementasikan.
Figure 1: Kriteria dari kalsifikasi pembiayaan leasing di Korea
Klasifikasi Kriteria untuk pembiayaan leasing
Kepemilikan Transfer kepemilikan dari barang/asset yang disewa
kepada lessee pada akhir jangka waktu penyewaan
Pilihan negosiasi pembelian Perjanjian sewa mengandung pilihan untuk melakukan
negosiasi pembelian
Kondisi penyewaan Kondisi penyewaan sama dengan 75% atau lebih dari
perkiraan umum ekonomis barang/asset yang disewa
Present value dari pembayaran
minimum penyewaan
Present value pada awal penyewaan dari minimum
pembayaran penyewaan sama atau lebih besar 90% dari
“fair value” barang/asset yang disewa pada awalnya.
Korea Development Leasing Corporation (KDLC). KDLC merupakan perusahaan
leasing terbesar di Korea, baik ditinjau dari aspek nilai asset, penerimaan, pangsa pasar,
operasional di luar negeri, dan diversifikasi usaha. Pada tahun fiskal 1996, KDLC
melakukan pembiayaan leasing mencapai 1,4 Trilyun Won (US$ 1 Milyar), yang
menjadikan perusahaan ini menjadi nomor satu dalam pasar leasing di Korea, atau
menguasai sekitar 10,2% dari pasar leasing di Korea pada tahun 1996. Prestasi yang
dicapai KDLC dicapai dengan dukungan 4 cabang dan 6 perusahaan afiliasi di Asia, serta
KDLC merupakan perusahaan leasing pertama yang melakukan listing di Pasar Modal
Korea (Korea Stock Exchange).
Seperti halnya perusahaan keuangan di Asia, KDLC tidak luput dari pengaruh buruk krisis
ekonomi yang terjadi di Asia pada pertengahan tahun 1997, dengan meningkatnya secara
drastis non performing assets dan terbatasnya likuiditas. Dengan didukung oleh program
restrukturisasi perusahaan keuangan yang dilakukan pemerintah, KDLC telah melakukan
restrukturisasi hutang (debt restructuring) dan penukaran hutang dengan saham (debtequity
swap). KDLC telah beroperasi normal setelah hutang senilai 231 Milyar
Poundsterling dikonversikan menjadi equity pada bulan Januari 2000 dan senilai 200
Milyar Poundsterling memperoleh jaminan dari ORIX, IFC, dan kreditur domestik pada
bulan April 2000. Selama kurun waktu 1 April 2000 – 31 Maret 2001, tercatat KDLC telah
melakukan pembiayaan leasing senilai 258 Milyar Poundsterling.
1.3.2 Industri leasing di Russia7
Pembiayaan leasing merupakan sumber pembiayaan jangka menengah yang penting di
Russia, seperti yang terjadi di beberapa negara. Perkembangan industri leasing di Russia
didukung oleh lingkungan usaha yang sudah berkembang baik dengan tersedianya
beberapa regulasi, antara lain: (i) the Civil Code, (ii) the Federal Law “On Leasing”, dan
(iii) the Unidroit Convention on International Leasing, yang menjadi dasar hukum untuk
kegiatan leasing.
Dari sekitar 1.000 perusahaan yang terdaftar di Russia, hanya sekitar 30% yang aktif
menggunakan jasa leasing. Meskipun demikian, pertumbuhan dari perusahaan yang
menggunakan leasing (sekitar 51%) cukup signifikan, khususnya setelah krisis ekonomi
7 Disummary dari http://www.ifc.org/russianleasing/eng/analit/mrkt_surv99/1.htm
ADB SME DEVELOPMENTTA
5
Agustus 1998 dan sebagai akibat dari rendahnya aktivitas di pasar modal domestik.
Karena tidak adanya dukungan data statistik yang baik, agak sulit memperkirakan
besarnya pasar leasing di Russia. Meskipun demikian, jika diasumsikan 1,5% dari modal
investasi di Russia dilakukan melalui leasing, diperkirakan pasar leasing di Russia senilai
US$ 427 juta.
Meningkatnya perusahaan leasing (lessor) di Russia juga berdampak dengan
meningkatnya fokus pembiayaan kepada usaha kecil dan menengah (UKM). UKM di
Russia mulai berkembang, dan banyak diantara perusahaan dibentuk atau
direstrukturisasi sebagai respon terhadap kebutuhan memproduksi barang domestik untuk
menggantikan barang impor. Pertumbuhan pembiayaan leasing yang ditujukan kepada
sektor UKM utamanya terjadi di wilayah dan dilakukan oleh perusahaan leasing yang
berafiliasi dengan pemerintah daerah, bank federal dan kota (municipal banks and
federal), dan lembaga pengembangan UKM lokal.
Perusahaan leasing memberikan dukungan kepada pengembangan UKM dengan
menyediakan kredit kepada perusahaan yang secara tradisionil tidak dapat memperoleh
kredit dari bank. Di samping itu, perusahaan leasing juga menyediakan mekanisme
penjualan yang efektif untuk produsen peralatan/mesin di tingkat lokal. Permintaan
dominan dari UKM kepada perusahaan leasing untuk peralatan yang tidak memerlukan
modal besar. Sukses perusahaan leasing bekerjasama dengan UKM ditunjukkan oleh
rendahnya tingkat default rate dari UKM, dan pembiayaan dapat dilakukan dengan
banyak nasabah dan jenis peralatan yang bervariasi. Saat ini, perusahaan leasing telah
meningkatkan penyediaan jasa, seperti penjualan dengan penyewaan kembali (sale-lease
back), yang memberikan kesempatan kepada lessee untuk meningkatkan likuiditasnya
dan kompensasi terhadap kelangkaan dana jangka pendek. Fleksibilitas dan ketersediaan
alternatif bentuk pembiayaan (disamping kredit bank), merupakan hal penting dalam
pengembangan UKM di Russia.
Karakteristik perusahaan leasing di Russia. Jumlah perusahaan leasing yang terdaftar
di Russia pada bulan Agustus 1999 sebanyak 937 perusahaan. Dari jumlah tersebut
hanya sekitar 419 perusahaan yang khusus menyediakan jasa leasing. Berdasarkan
survey yang dilakukan IFC di 8 kota di Russia, dari 108 perusahaan yang terdaftar, hanya
30 perusahaan yang aktif. Sehingga diperkirakan hanya sekitar 30% dari perusahaan
leasing di Russia yang aktif saat ini. Kepemilikan perusahaan leasing di Russia dapat
dikelompokkan menjadi 5 jenis. Dari 937 perusahaan leasing, :
􀂾 41% dimiliki oleh legal entities (LE) atau kombinasi antara individu dan LE;
􀂾 21% dimiliki oleh bank;
􀂾 20% dimiliki oleh adminsitrasi wilayah;
􀂾 15% dimiliki oleh individu; dan
􀂾 3% dimiliki oleh investor asing
Sumber dana bagi perusahaan leasing di Russia, antara lain:
􀂾 27% dari bank yang tidak ada hubungannya dengan perusahaan leasing;
􀂾 26% dari penyedia kredit (supplier credit);
􀂾 14% dari anggaran negara;
􀂾 14% dari bank yang mempunyai kepemilikan di perusahaan leasing;
􀂾 7% dari bank asing;
􀂾 7% dari dana sendiri; dan
ADB SME DEVELOPMENTTA
6
􀂾 5% dari pinjaman yang diperoleh dari perusahaan lain.
Berdasarkan informasi dari kantor pendaftaran perusahaan leasing, jenis peralatan yang
dibiayai oleh perusahaan leasing, antara lain:
􀂾 42% untuk intermediasi keuangan8;
􀂾 20% untuk komputer perkantoran;
􀂾 19% untuk peralatan pengolahan makanan;
􀂾 7% untuk pesawat terbang, rel kereta api;
􀂾 6% untuk peralatan konstruksi; dan
􀂾 6% untuk peralatan industri.
1.3.3 Sintesa
􀂾 Perusahaan leasing dapat memperoleh sumber dana dari berbagai sumber, tidak
hanya yang bersumber dari kredit bank. Termasuk dalam hal ini adalah
pembiayaan dari bank asing.
􀂾 Kepemilikan perusahaan leasing tidak hanya oleh perusahaan yang berbadan
hukum setempat, tetapi juga dapat dimiliki oleh lembaga lain, seperti bank, dan
investor asing.
􀂾 Pembiayaan yang disediakan oleh perusahaan leasing bermanfaat bagi
pengembangan UKM melalui penyediaan dana jangka menengah, yang tidak
mungkin disediakan oleh kredit bank.
􀂾 Pembiayaan yang disediakan oleh perusahaan leasing dominan untuk
penyewaan peralatan yang diperlukan perusahaan industri pengolahan (termasuk
industri skala kecil dan menengah). Disamping itu, pembiayaan dari perusahaan
leasing juga dapat membantu menyediakan mekanisme penjualan yang efektif
untuk peralatan industri yang dihasilkan produsen peralatan di tingkat lokal.
8 Intermediasi keuangan didefinisikan oleh kantor pendaftaran sebagai perusahaan yang memproses iizin sebuah
perusahaan leasing dan berbagai bentuk jasa keuangan.
ADB SME DEVELOPMENTTA
7
2 PEMANFAATAN LEASING OLEH UKM DI INDONESIA
2.1 Landasan hukum perusahaan leasing9
Keputusan Presiden Nomor 61/1988 tentang perusahaan pembiayaan adalah regulasi
yang pertama kali menjadi dasar dari aktivitas perusahaan pembiayaan, yang terdiri dari
leasing, factoring, pembiayaan konsumen, kartu kredit, dan modal ventura10. Berdasarkan
regulasi ini, perusahaan pembiayaan dapat melaksanakan salah satu atau lebih dari
aktivitas perusahaan pembiayaan.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 606/KMK.017/1995 merupakan penyempurnaan
pertama dari regulasi tentang perusahaan pembiayaan. Setelah krisis, regulasi di sektor
keuangan disempurnakan kembali dengan lebih komprehensif yang diharapkan dapat
mendukung perkembangan sektor pembiayaan. Regulasi saat ini tentang perusahaan
pembiayaan adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 (Oktober
2000), dimana terdiri dari 51 Pasal dari yang sebelumnya hanya 11 pasal.
Penting untuk diketahui bahwa perusahaan pembiayaan (termasuk perusahaan leasing)
tidak dapat melakukan mobilisasi dana langsung dari masyarakat, baik dalam bentuk giro,
tabungan, deposito atau produk sejenisnya.11 Perusahaan pembiayaan (termasuk
perusahaan leasing) juga tidak dapat memperoleh dana dari perusahaan dana pensiun
atau pasar modal. Perusahaan pembiayaan juga tidak dapat mengeluarkan promissory
notes, commercial papers (CP) atau menyediakan garansi kepada pihak lain. Sumber
dana dari perusahaan pembiayaan (termasuk perusahaan leasing) hanya boleh dari
saham pendiri dan kredit bank. Sebagai perbandingan, perusahaan pembiayaan di
Thailand dan di beberapa negara dapat melakukan mobilisasi dana dari masyarakat.
Perusahaan pembiayaan harus melapor kepada Departemen Keuangan (copy ke Bank
Indonesia), mengenai laporan keuangan setiap bulan dan laporan kegiatan setiap 3 bulan
sekali. Perusahaan pembiayaan juga harus mempublikasikan lepaoran keuangan dan
perhitungan keuntungan/kerugian paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun (Pasal 30).
Hanya sanksi adminitratif yang dijatuhkan jika perusahaan pembiayaan tidak
mempublikasikan atau mengirim laporan keuangan (Pasal 41).
9 Dikutip dari Background Report ADB SME Development TA, “Enhancing The Role Of Factoring as a Tool For Financing
Small and Medium Enterprises in Indonesia”, oleh Wolfram Hiemann (Novemver, 2001)
10 Pemerintah kemudian mengeluarkan regulasi khusus untuk perusahaan modal ventura pada tahun 1995.
11 Jika hambatan ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari kerugian, maka aturan ini tidak akan sesuai dengan
tujuan tersebut. Masyarakat, melalui rekapitalisasi bank pemerintah, menerima kerugian yang tidak langsung dari
perusahaan pembiayaan.
ADB SME DEVELOPMENTTA
8
2.2 Portfolio perusahaan leasing di Indonesia
Besarnya portfolio perusahaan leas
+ing di Indonesia, khususnya setelah krisis ekonomi dapat dilihat pada Tabel berikut.
Figure 2: Portfolio perusahaan leasing menurut status perusahaan (Rp Milyar)
12/1998 12/1999 06/2000 12/2000 06/2001
Perusahaan Joint Venture 9.698 6.004 7.142
Perusahaan Swasta Nasional 5.281 4.006 4.204
Total 14.979 10.010 11.346 13.731 15.164
Joint Venture thd % of Total 63% 65% 60% 61% 63%
Sumber: Departemen Keuangan dan Bank Indonesia
Berdasarkan data pada Tabel diatas, terlihat bahwa perusahaan joint venture mempunyai
peranan yang penting dalam pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan leasing di
Indonesia. Kondisi ini diduga kuat dengan berlangsungnya krisis ekonomi di Indonesia,
sehingga menyebabkan bank yang menjadi satu-satunya sumber dana bagi perusahaan
leasing swasta nasional mengalami permasalahan dalam menyalurkan kredit kepada
perusahaan pembiayaan, termasuk perusahaan leasing. Di sisi lain, perusahaan leasing
yang berstatus joint venture dapat memperoleh akses dana dari pemegang saham di luar
negeri.
2.3 Mengapa leasing digunakan UKM?
Studi ADB SME Development TA di Medan dan Semarang menunjukkan bahwa diantara
482 UKM, pemanfaatan leasing adalah sebagai berikut:
Figure 3: Pemanfaatan Leasing Oleh UKM di Medan dan Semarang
Industri
Pengolahan Jasa
Perdagangan
Besar dan Eceran,
Restoran dan
Akomodasi
Transportasi,
Pergudangan
Jenis Leasing dan Komunikasi
Sampel : 121 Sampel : 120 Sampel : 120 Sampel : 121
1. Leasing
Kendaraan
5% 2% 4% 5%
2. Leasing Komputer - 1% - -
3. Leasing Mesin 2% - - -
Berdasarkan data pada Tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan leasing
merupakan sumber dana bagi UKM, yang relatif lebih penting dibandingkan perusahaan
modal ventura. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan UKM dan perusahaan
leasing di Jakarta, dibandingkan dengan kredit bank, beberapa faktor yang menyebabkan
UKM menggunakan leasing, antara lain:
1. Proses yang dilakukan perusahaan leasing lebih cepat;
2. Tidak memerlukan jaminan tambahan; dan
3. Dapat menjadi pengurang pajak (tax deductible)
ADB SME DEVELOPMENTTA
9
Penggunaan leasing oleh UKM ternyata dominan untuk leasing kendaraan, dan tidak
untuk peralatan lain, seperti yang terjadi di beberapa negara. Terjadinya kondisi ini, erat
kaitannya dengan kelangkaan dana yang dimiliki oleh perusahaan leasing, sehingga
alokasi pembiayaan oleh sebagian besar perusahaan leasing dominan untuk pembiayaan
kendaraan. Dengan perkataan lain, terjadi kompetisi penggunaan dana dari perusahaan
leasing untuk membiayai kendaraan dan barang modal. Di sisi lain, bagi perusahaan
leasing pembiayaan yang dialokasikan kepada kendaraan bermotor akan jauh lebih
aman, karena dibandingkan pembiayaan untuk mesin dan barang modal lain:
1. Dokumentasinya lebih jelas; dan
2. Agunan mudah diuangkan.
2.4 Hambatan penggunaan leasing oleh UKM
2.4.1 Kasus pembiayaan perusahaan leasing kepada UKM12
Salah satu perusahaan leasing yang menyediakan pembiayaan kepada UKM memiliki
asset sekitar Rp 120 Milyar (US$ 12 juta). Saat ini portfolio pembiayaan yang dilakukan
perusahaan ini sekitar Rp 80 Milyar (US$ 8 juta) untuk sekitar 700-800 nasabah, atau
rata-rata pembiayaan sebesar Rp 100 juta (US$ 10.000). Proporsi pembiayaan yang
dilakukan, adalah 60% untuk mesin dan peralatan (equipment) dan 40% untuk kendaraan.
Jenis leasing yang dilakukan oleh perusahaan ini adalah sewa beli, artinya pada akhir
masa penyewaan, barang tersebut menjadi milik lesse. Pada umumnya UKM yang
menjadi nasabah direkomendasikan oleh nasabah yang sebelumnya telah memperoleh
pembiayaan dari perusahaan ini yang telah memiliki customer base, “customer get
customer”.
Mekanisme UKM untuk memperoleh pembiayaan dari perusahaan leasing, adalah:
1. UKM melakukan negosiasi harga dengan penjual mesin atau peralatan yang akan
di “lease”.
2. UKM menyediakan DP sekitar 60% - 70% dari harga yang ditentukan
3. UKM membayar asuransi jiwa yang sebelumnya telah ditentukan oleh perusahaan
leasing, sebagai ilustrasi Rp 17 juta untuk pembiayaan senilai Rp 580 juta dan
dibayar sekaligus dimuka.
2.4.2 Hambatan dari sisi perusahaan leasing dan UKM
Hasil wawancara dengan UKM dan perusahaan leasing menunjukkan bahwa terdapat
sejumlah permasalahan yang dihadapi baik oleh perusahaan leasing maupun UKM dalam
memanfaatkan leasing.
Dari sisi UKM. Beberapa faktor yang menjadi persoalan, antara lain:
1. UKM tidak memiliki laporan keuangan, sehingga perusahaan leasing harus
melakukan check kembali, baik kepada supplier maupun competitor UKM;
12 Merupakan hasil wawancara dengan perusahaan leasing yang berstatus joint venture (shareholder lokal sebsar 52%) dan
melakukan pembiayaan kepada UKM, tidak hanya kendaraan tetapi juga barang modal (mesin, porklift).
ADB SME DEVELOPMENTTA
10
2. Struktur kepemilikan usaha UKM lebih banyak merupakan usaha keluarga,
sehingga tidak jelas pemisahan antara harta perusahaan dan harta keluarga;
3. UKM hanya mempunyai bank account dalam bentuk tabungan, sehingga sulit
melakukan pengamatan terhadap cash flow dari UKM;
4. Pada umumnya yang melakukan perjanjian sewa guna usaha adalah Bapak.
Masalahnya, informasi mengenai perjanjian sewa guna usaha ini biasanya tidak
diinformasikan kepada keluarga yang lain, sehingga jika Bapaknya meninggal
biasanya pembayaran sewa selanjutnya mengalami masalah. Kondisi ini semakin
diperparah, karena hampir sebagian besar UKM tidak memiliki asuransi jiwa; dan
5. Tidak banyak UKM yang mengetahui tentang pembiayaan yang bersumber dari
perusahaan leasing.
Dari sisi perusahaan leasing. Persoalan utama yang dihadapi perusahaan leasing
adalah langkanya dana yang tersedia untuk melakukan pembiayaan, termasuk kepada
UKM. Berdasarkan aturan pemerintah, perusahaan leasing hanya dapat memperoleh
dana dari kredit bank, di samping dana yang disetor oleh pemilik perusahaan. Di samping
itu, perusahaan leasing juga tidak memiliki sistem informasi seperti yang dimiliki bank
untuk mengecek calon nasabahnya. Sehingga kepada setiap calon nasabah yang akan
memperoleh pembiayaan, perusahaan leasing memerlukan pengecekan lebih detail
kepada supplier atau competitor. Hal ini perlu dilakukan karena untuk menyediakan
pembiayaan kepada UKM, maka faktor karakter menjadi persoalan utama. Implikasinya,
jika informasi mengenai karakter UKM sebagai calon nasabah tidak diperoleh, maka
perusahaan leasing akan membatalkan pembiayaan kepada UKM.
ADB SME DEVELOPMENTTA
11
3 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
3.1 Kesimpulan
1. Tidak terdapat data yang komprehensif yang menyediakan informasi tentang pasar
leasing di Indonesia untuk segmen UKM. Sehingga dari portfolio perusahaan leasing
senilai Rp 15 Trilyun, tidak dapat diketahui berapa portfolio untuk pasar UKM.
Meskipun demikian, dari sebuah perusahaan leasing diperoleh informasi bahwa ratarata
nilai pembiayaan yang diberikan perusahaan leasing kepada UKM senilai Rp 100
juta.
2. Paling tidak terdapat 3 faktor yang menyebabkan perusahaan leasing menjadi salah
satu sumber pembiayaan yang penting bagi UKM, antara lain:
􀂾 Proses yang dilakukan perusahaan leasing lebih cepat;
􀂾 Tidak memerlukan jaminan tambahan; dan
􀂾 Dapat menjadi pengurang pajak (tax deductible)
3. Di sisi lain, terdapat sejumlah permasalahan yang menghambat pembiayaan
perusahaan leasing kepada UKM, baik yang bersumber dari perusahaan leasing,
maupun dari UKM. Dari sisi UKM, beberapa faktor yang menghambat, antara lain:
􀂾 UKM tidak memiliki laporan keuangan, sehingga perusahaan leasing harus
melakukan check kembali, baik kepada supplier maupun competitor UKM;
􀂾 Struktur kepemilikan usaha UKM lebih banyak merupakan usaha keluarga,
sehingga tidak jelas pemisahan antara harta perusahaan dan harta keluarga;
􀂾 UKM hanya mempunyai bank account dalam bentuk tabungan, sehingga sulit
melakukan pengamatan terhadap cash flow dari UKM;
􀂾 Pada umumnya yang melakukan perjanjian sewa guna usaha adalah Bapak.
Masalahnya, informasi mengenai perjanjian sewa guna usaha ini biasanya tidak
diinformasikan kepada keluarga yang lain, sehingga jika Bapaknya meninggal
biasanya pembayaran sewa selanjutnya mengalami masalah. Kondisi ini semakin
diperparah, karena hampir sebagian besar UKM tidak memiliki asuransi jiwa; dan
􀂾 Tidak banyak UKM yang mengetahui tentang pembiayaan yang bersumber dari
perusahaan leasing.
Dari sisi perusahaan leasing, paling tidak ada 2 faktor yang menjadi masalah, yaitu:
􀂾 Sumber dana perusahaan leasing hanya boleh dari kredit bank, selain dana dari
pemilik; dan
􀂾 Perusahaan leasing tidak mempunyai akses kepada sistem informasi kredit untuk
mengecek karakter dari UKM yang akan menjadi nasabah.
4. Berdasarkan pengalaman beberapa negara, diperoleh beberapa pelajaran, antara
lain:
􀂾 Kepemilikan perusahaan leasing tidak hanya oleh perusahaan yang berbadan
hukum setempat, tetapi juga dapat dimiliki oleh lembaga lain, seperti bank, dan
investor asing.
ADB SME DEVELOPMENTTA
12
􀂾 Perusahaan leasing dapat memperoleh sumber dana dari berbagai sumber, tidak
hanya yang bersumber dari kredit bank. Termasuk dalam hal ini adalah
pembiayaan dari bank asing.
3.2 Rekomendasi
1. Revisi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.17/2000 tentang Perusahaan
Pembiayaan, khususnya:
􀂾 Pasal 14: kepemilikan asing boleh mencapai 100% (lebih banyak dana untuk
UKM)
􀂾 Pasal 20: prosedur yang lebih mudah untuk membuka kantor cabang (akses yang
lebih baik dari UKM)
􀂾 Pasal 27: akses kepada sumber dana yang lebih luas (tidak hanya kepada kredit
bank) untuk perusahaan pembiayaan dengan rating tertentu (termasuk
perusahaan leasing)
2. Membentuk sebuah team yang akan memformulasikan aturan mengenai rating
perusahaan pembiayaan (termasuk perusahaan leasing) yang akan menjadi dasar
bagi perusahaan pembiayaan untuk memperoleh akses dari sumber dana lain
3. Melakukan studi terhadap perusahaan leasing terpilih untuk menmperoleh dana dari
Second-tier bank untuk membiayai UKM.
4. Menyediakan akses kepada sistem informasi kredit bagi perusahaan pembiayaan
(termasuk perusahaan leasing)
5. Revisi prosedur pelaporan dan monitoring pengelolaan data di Bank Indonesia dan
Departemen Keuangan untuk mengurangi inefisiensi dan mempercepat ketersediaan
data aktual.


JASA PERSEWAAN RUANGAN

Jasa persewaan ruangan termasuk dalam jenis jasa persewaan barang tak gerak yang
atas penyerahannya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, kecuali jasa persewaan
ruangan di bidang perhotelan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Jasa di bidang perhotelan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel,
losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk
tamu yang menginap;
b. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen dan hostel Jasa persewaan ruangan yang atas
penyerahannya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai selain jasa di bidang perhotelan
antara lain :
a. Jasa persewaan ruangan untuk perkantoran;
b. Jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha atau pertokoan;
c. Jasa persewaan ruangan untuk tempat tinggal, apartemen, flat;
d. Jasa persewaan ruangan untuk pertemuan (convention hall);
e. Dan lain-lain jasa persewaan ruangan sejenisnya.

Yang Perlu Dilakukan Oleh Pengusaha Jasa Persewaan Ruangan
Pengusaha Jasa Persewaan Ruangan selain di bidang perhotelan yang selama satu
tahun buku melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan dengan nilai peredaran
bruto lebih dari Rp. 600.000.000, 00 (enam ratus juta rupiah), wajib :
- Mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak;
- Memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.

Menghitung PPN Atas Jasa Sewa Ruangan
PPN yang terutang atas jasa persewaan ruangan dihitung dengan cara mengalikan
Tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak. Tarif PPN = 10% Dasar Pengenaan Pajak
atas jasa persewaan ruangan adalah sebagai berikut:
a. Dasar Pengenaan Pajak atas sewa ruangan adalah jumlah penggantian atau
imbalan atau nilai sewa ruangan dalam keadaan kosong yang diminta atau
seharusnya diminta oleh PKP yang menyewakan ruangan, tidak termasuk service
charge. PPN yang terutang adalah : 10% x Jumlah Nilai Sewa.



RANCANGAN
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR : KM. …../ …………. / …… 2000


TENTANG

TATA CARA PENETAPAN TARIF JASA TELEPONI DASAR TETAP
DALAM NEGERI


MENTERI PERHUBUNGAN
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, telah diatur mengenai ketentuan – ketentuan tarif jasa telekomunikasi;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu diatur tata cara penetapan tarif jasa teleponi dasar tetap dalam negeri dengan Keputusan Menteri Perhubungan.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 107 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3980 );
3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 108 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3981 );
4. Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 175 Tahun 1999;
5. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 91/OT.002/Phb-80 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Depertemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2000.

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG TATA CARA PENETAPAN TARIF JASA TELEPONI DASAR TETAP DALAM NEGERI.



BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :
• Penyelenggara jasa telekomunikasi adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta atau koperasi yang menyediakan dan memberikan pelayanan jasa telekomunikasi meliputi jasa teleponi dasar tetap, jasa nilai tambah teleponi dan atau jasa multimedia;
• Tarif Dasar adalah tarif yang digunakan sebagai dasar perhitungan yang terdiri dari tarif sewa bulanan, tarif pemakaian lokal, tarif pemakaian Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ);
Customer Price Index (CPI) adalah tingkat inflasi tahunan yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS);
• Sambungan Telepon Bergerak Selular (STBS) adalah jasa komunikasi telepon yang menggunakan gelombang radio dengan teknologi selular, baik analog maupun digital;
• Wilayah layanan STBS adalah cakupan pelayanan sesuai ijin penyelenggara STBS (regional atau nasional);
• Daerah layanan STBS adalah bagian wilayah pelayanan yang dapat dilayani sistem STBS tanpa melakukan penjelajahan dan berada pada suatu lokasi tertentu (home location);
7. Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) adalah sambungan langsung antar pelanggan jasa telekomunikasi domestik dan menurut ketentuan yang berlaku berada didalam kelompok zoning percakapan jarak jauh;
8. Zoning adalah pengelompokan jarak yang diukur dari lokasi titik-titik pelanggan dan digunakan sebagai dasar pembebanan biaya percakapan lokal atau SLJJ;
9. Panggilan lokal (PL) adalah panggilan lokal yang dilakukan oleh pelanggan telepon tetap terhadap pelanggan jaringan lokal setempat;
10. Panggilan lokal tetap selular (PLTS) adalah panggilan yang dilakukan oleh pelanggan jaringan tetap lokal terhadap pelanggan STBS setempat;
11. Panggilan jarak jauh (PJJ) adalah panggilan yang dilakukan oleh pelanggan jaringan tetap lokal terhadap pelanggan jaringan tetap lokal lainnya yang berada di dalam kelompok zoning yang berbeda;
12. Panggilan jarak jauh tetap selular (PJJTS) adalah panggilan yang dilakukan oleh pelanggan jaringan tetap lokal terhadap pelanggan STBS yang berada dalam daerah layanan yang berbeda;
13. Panggilan internasional (PI) adalah panggilan yang dilakukan oleh pelanggan jaringan tetap lokal melalui sentral gerbang internasional atau sentral gerbang bergerak satelit;
14. Penyelenggara jasa teleponi dasar tetap incumbent adalah bila satu penyelenggara jasa teleponi dasar tetap mendominasi 50 % atau lebih pangsa pasar, atau bila dua atau tiga penyelenggara jasa teleponi dasar tetap menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar ;

15. Total Faktor Produktifitas (TFP) adalah nilai hasil perhitungan pertumbuhan factor output dikurangi pertumbuhan faktor input;
16. X adalah nilai hasil perhitungan TFP penyelenggara jasa telekomunikasi dikurangi TFP Nasional;
17. Z adalah nilai hasil perhitungan perubahan Input Price Nasional dikurangi perubahan Input Price Penyelenggara jasa telekomunikasi;
18. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi;
19. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi.

BAB II
STRUKTUR TARIF
Pasal 2
Struktur tarif jasa teleponi dasar tetap dalam negeri terdiri dari :
a. biaya pasang baru;
b. biaya berlangganan bulanan;
c. biaya pemakaian; dan
d. biaya fasilitas tambahan.

Pasal 3
(1) Biaya pasang baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a merupakan biaya yang dibayarkan pelanggan baru pada saat mulai berlangganan jasa teleponi dasar tetap dalam negeri.
(2) Biaya berlangganan bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan biaya bulanan untuk langganan jasa teleponi dasar tetap dalam negeri.
(3) Biaya pemakaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c merupakan biaya yang dibayar oleh pelanggan atau pengguna untuk panggilan lokal dan atau SLJJ yang dihitung per satuan waktu.
(4) Biaya fasilitas tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d dikenakan kepada pelanggan untuk setiap fasilitas tambahan yang diminta.

Pasal 4
(1) Besaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditetapkan oleh penyelenggara jasa teleponi dasar tetap dalam negeri.
(2) Besaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dan huruf c harus berdasarkan formula tarif.

Pasal 5
Besaran tarif pemakaian yang akan diberlakukan oleh penyelenggara jasa teleponi dasar tetap incumbent harus sama diseluruh daerah layanannya.

Pasal 6
Biaya pemakaian teleponi dasar tetap dalam negeri dibedakan atas :

a. tarif panggilan lokal (PL);
b. tarif panggilan lokal tetap selular (PLTS);
c. tarif panggilan jarak jauh (PJJ); atau
d. tarif panggilan jarak jauh tetap selular (PJJTS).


BAB III
FORMULA TARIF PENYESUAIAN
Pasal 7
o Untuk menghitung penyesuaian tarif teleponi dasar ditetapkan dengan formula price cap.
o Formula price cap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah penyesuaian tarif lebih kecil atau sama dengan CPI dikurangi penjumlahan faktor X dan faktor Z { P  CPI – ( X + Z)}.
o Formula price cap ditetapkan untuk penyelenggara jasa teleponi dasar tetap incumbent.
o Dalam hal tidak terdapat penyelenggara jasa teleponi dasar tetap incumbent formula price cap diberlakukan bagi setiap penyelenggara jasa teleponi dasar tetap.

Pasal 8
o Besaran faktor X ditetapkan oleh Menteri melalui keputusan tersendiri paling lambat tanggal 1 September setiap tahun.
o Dalam hal kondisi perekonomian negara tidak memungkinkan untuk dilakukannya penyesuaian tarif jasa teleponi dasar maka besaran faktor X dapat ditetapkan Menteri setiap 3 tahun.
o Dalam menetapkan besaran faktor X sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperhatikan variabel sebagai berikut :
 variabel Input penyelenggara jasa telelekomunikasi, yang terdiri dari biaya personil, biaya operasional dan biaya Investasi pembangunan jaringan;
• variabel output penyelenggara jasa telekomunikasi, yang terdiri dari jumlah total produksi pulsa, jumlah total pendapatan dan jumlah total saluran yang beroperasi atau dalam kategori line in services;
• variabel input nasional, terdiri dari capital stok per capita, jam kerja tenaga kerja per capita, dan investasi per capita;
• variabel output nasional, merupakan pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product) nasional;
• terjangkaunya tarif jasa pelayanan telekomunikasi oleh pelanggan di Indonesia; dan
• tingkat inflasi tahunan.

(4) Sumber data yang dipakai untuk menghitung faktor X harus mengacu pada data yang bersumber dari penyelenggara jasa teleponi dasar tetap dan data resmi lainnya yang sudah diumumkan.

Pasal 9
Tata cara perhitungan faktor X dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagaimana terlampir dalam keputusan ini.

Pasal 10
(1) Komponen yang termasuk dalam basket penyesuaian tarif teleponi dasar tetap terdiri dari :
a. tarif berlangganan bulanan;
b. tarif pemakaian lokal;
c. tarif pemakaian sambungan langsung jarak jauh (SLJJ);
d. tarif pemakaian lokal tetap seluler (PLTS); dan
e. tarif pemakaian jarak jauh tetap seluler (PJJTS).
• Bobot kontribusi setiap komponen yang disebutkan dalam ayat (1) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan sebagai berikut :

(DPb x Rb) + (DPl x Rl) + (DPs x Rs) + (DPls x Rls) + (DPjs x Rjs)
=  P
RT
dimana :
DPb adalah prosentase penyesuaian tarif sewa bulanan untuk tahun beruikutnya.
Rb adalah pendapatan satu tahun dari sewa bulanan
DPl adalah prosentase penyesuaian tarif pemakaian lokal untuk tahun berikutnya.
Rl adalah pendapatan satu tahun dari tarif pemakaian lokal
DPs adalah prosentase penyesuaian tarif pemakaian SLJJ untuk tahun berikutnya.
Rs adalah pendapatan satu tahun dari tarif pemakaian SLJJ.
DPls adalah prosentase penyesuaian tarif pemakaian PLTS untuk tahun berikutnya.
Rls adalah pendapatan satu tahun dari tarif pemakaian lokal tetap selular.
DPjs adalah prosentase penyesuaian tarif pemakaian PJJTS untuk tahun berikutnya.
Rjs adalah pendapatan satu tahun dari tarif pemakaian jarak jauh tetap selular.
RT = Rb + Rl + Rs + Rls + Rjs


Pasal 11
• Penyelenggara jasa telekomunikasi harus memberitahukan rencana perubahan tarif jasa telekomunikasi kepada Menteri, selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kerja sebelum penyelenggara jasa telekomunikasi memberlakukan perubahan tarif.
• Pemberitahuan rencana perubahan tarif jasa telekomunikasi harus menyertakan seluruh data yang digunakan dalam menetapkan besaran perubahan tarif.

• Dalam hal penetapan besaran perubahan tarif jasa telekomunikasi terdapat ketidaksesuaian penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melakukan perhitungan ulang.


Pasal 12
Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah rencana perubahan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) tidak ada tanggapan dari Menteri, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat memberlakukan rencana perubahan tarif.

Pasal 13
 Penyelenggara jasa teleponi dasar tetap yang bukan incumbent dapat menetapkan faktor X-nya sendiri.

 Tata cara penetapan perubahan tarif mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

Pasal 14
• Dalam hal penyelenggara jasa teleponi dasar tetap yang bukan incumbent telah termasuk dalam kelompok penyelenggara jasa teleponi dasar tetap incumbent, perlakuan terhadap tata cara penetapan perubahan tarif jasa telekomunikasi tidak dibedakan dengan incumbent.
• Penguasaan pasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan volume trafik, jumlah pelanggan dan total pendapatan.

BAB IV
PEMBINAAN
Pasal 15
Direktur Jenderal melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan keputusan ini.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Dengan ditetapkannya keputusan ini maka :
a. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 11/PR.302/MPPT-93 tentang Jasnita telepon;
b. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 79/PR.301/MPPT-95 tentang Tata Cara Penyesuaian Tarif Dalam Negeri;
c. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 74 Tahun 1998 tentang Jasa Telepon Internasional ;
d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 9 Tahun 1999 tentang Tarif Telepon Dalam Negeri dan Birofax Dalam Negeri;
e. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 10 Tahun 1999 tentang Tarif Jasa Telex dan Telegram;
f. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 11 TAHUN 1999 tentang Tarif Japati
g. Surat Menteri Perhubungan No.47/SM/III/Phb-99 perihal pelaksanaan Keputusan Meneri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 1999 tentang Tarif Telepon Dalam Negeri dan Birofax Dalam Negeri;
h. Surat Dirjen No 613/Dittel/III/1999 perihal pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 9 Tahun 1999 tentang Tarif Telepon Dalam Negeri dan Birofax Dalam Negeri;

Pasal 17
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 September 2002.

METODOLOGI PERHITUNGAN FAKTOR X DAN Z UNTUK PERHITUNGAN PENYESUAIAN TARIF TELEPONI DASAR

I. SUMBER DATA
Data yang dipakai dalam proses perhitungan faktor X dan faktor Z adalah sebagai berikut:
A. Data penyelenggara jasa teleponi dasar incumbent yang diperoleh dari Laporan tahunan , dan Infomemo yang diterbitkan oleh penyelenggara jasa teleponi dasar incumbent yang telah diaudit oleh Auditor Independent yang berupa data hardcopy dan data softcopy yang diperoleh dari website penyelenggara jasa teleponi dasar incumbent.
B. Data indek harga, tingkat suku bunga, dan data ekonomi makro lainnya yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang berupa data hardcopy dan data softcopy yang diperoleh dari website.
C. Data lain yang terkait dalam perhitungan ini yang diterbitkan oleh organisasi terkait yang berupa data hardcopy dan data softcopy yang diperoleh dari website, misalnya data yang disediakan oleh International Monetary Fund (IMF) yang dapat diperoleh dari website.

II. PERHITUNGAN INDEK
Indek yang digunakan dalam perhitungan ini adalah :
A. Indek Quantity
Jenis indek ini ada 4 (empat) macam yaitu :
1. Indek laspeyres
Indek laspeyres quantity, QL, didefinisikan sebagai berikut :
………………………..(1)
dimana P0 adalah suatu vector harga pada periode t = 0 dan Q = 0;1 adalah vector quantities pada periode 0 dan 1. Seperti terlihat pada rumus indek Laspeyres menggunakan pembobotan (P0Q0) dari periode sebelumnya.
2. Indek Paasche
Indek paasche quantity, QP, didefinisikan sebagai berikut :
……………………….(2)
dimana P1 adalah vector harga pada periode t = 0 dan Q = 0;1 adalah vector quantities pada periode 0 dan 1. Seperti terlihat pada rumus indek paasche menggunakan pembobotan (P1 Q0) pada periode aktual.
3. Indek Quantity Fisher Ideal
Fischer ideal quantity index QF dapat ditulis sebagai berikut :
………………..(3)
dimana adalah share komoditi j pada waktu t, t=0,1. Jika periode 0 dan 1 adalah berdekatan. Persamaan 3 adalah mengacu ke fischer ideal quantity relative.
4. Indek Quantity Chained Fisher Ideal
Pendefinisian menjadi 1, Chained fischer ideal quantity index antara periode 0 dan t adalah perkalian dari masing-masing fischer ideal quantity relatives antara 0 dan t:
…………………………………………..(4)
dimana adalah fisher ideal quantity input pada tahun t. Chained fischer ideal quantity index adalah perkalian dari indek fischer ideal quantity antara periode t dan periode t-1.

B. INDEK HARGA
Indek dari harga-harga input disusun berdasarkan analogy terhadap indek-indek kuantitas input dan output. Kita mengukur harga input dengan perhitungan fischer ideal price relative, yang membandingkan rata-rata tingkat-tingkat input harga ke periode yang lalu. Fischer ideal price relatif (PF) adalah analogi untuk fischer ideal quantity relative (QF) , dan dapat ditulis sebagai berikut :
…………………. (5)
dimana, adalah hasil bagi dari total pembayaran terhadap faktor-faktor. Penggunaan indek price relative, indek input price dihitung sebagai indek chained fischer ideal price. Indek chained fischer ideal price dapat dibangun antara periode 0 dan t seperti indek chained fischer ideal quantity yang merupakan hasil perkalian dari setiap indek fischer ideal price antara periode 0 dan t.
III. PERHITUNGAN TINGKAT PERTUMBUHAN INPUT DAN OUTPUT PENYELENGGARA JASA TELEKOMUNIKASI
A. Tingkat pertumbuhan Input
NIlai tingkat pertumbuhan input, dipengaruhi oleh variabel-variabel input. Variabel input tersebut adalah tenaga kerja, material, dan biaya capital. Perhitungan pertumbuhan input dimulai dari perhitungan pertumbuhan variabel-variabel input, dan selanjutnya hasil perhitungan variabel input tersebut digabungkan untuk menghitung pertumbuhan input penyelenggara jasa telekomunikasi secara keseluruhan.
1. Pertumbuhan tenaga kerja
a. Data yang dipakai
Data yang dipakai dalam perhitungan ini diperoleh dari Laporan Tahunan dan Info Memo yang diterbitkan oleh penyelenggara jasa teleponi dasar. Jenis Data yang dipakai adalah sebagai berikut :
1) Jumlah tenaga kerja.
2) Jumlah total kompensasi tenaga kerja.
b. Formula dan Cara perhitungan
Tahun 1992 digunakan sebagai dasar labor quantity index (LQI). Urutan perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Siapkan data yang dipakai dalam perhitungan ini.
2) Hitung labor quantity index sesuai dengan formula sebagai berikut :
……………………………..(6)
dimana LQIt adalah labor quantity indek pada tahun t dan NOEMPt adalah jumlah rata-rata pegawai pada tahun t.
3) Hitung tingkat pertumbuhan input tenaga kerja dengan menggunakan formula :
…………………………..(7)
di mana LGRt adalah labor input growth rate pada tahun t dan fungsi LN(x) didefenisikan sebagai fungsi algoritma natural dari variabel x.
4) Hitung biaya total kompensasi tenaga kerja yang sudah disesuaikan pada tahun t. Kompensasi per pegawai dihitung sebagai berikut :
. ……………………………..(8)
dimana adalah total kompensasi tenaga kerja pada tahun t, adalah kompensasi per pegawai pada tahun t dan NOEMPt adalah jumlah rata-rata tenaga kerja pada tahun t.
5) Hitung indek labor price untuk setiap tahun dengan formula sebagai berikut :
…………………………….(9)
dimana LPI t adalah indek labor price pada tahun t.

2. PERHITUNGAN MATERIAL
a. Data yang dipakai
Data yang dipakai dalam perhitungan ini diperoleh dari Laporan Tahunan, dan Info Memo yang diterbitkan oleh penyelenggara jasa teleponi dasar yang berupa data pengeluaran total operasi serta data wholesale price indices yang diterbitkan oleh BPS.
b. Formula dan Cara perhitungan
• Siapkan data material secara rinci, sesuai dengan data yang diperlukan.
• Hitung biaya material, dengan formula sebagai berikut :
..(10)
dimana MATERIALSt adalah pengeluaran material pada tahun t, OpEXt adalah pengeluaran total operasi pada tahun t, depreciation adalah depresiasi pada tahun t dan TCOMPt adalah total kompensasi tenaga kerja pada tahun t.
• Siapkan data price Index BPS untuk setiap kategori biaya pengeluaran.
• Hitung bobot dari masing-masing kategori biaya material dengan formula sebagai berikut :
…………………………(11)
dimana wt,j adalah bobot dari materials kategori j pada tahun t dan adalah pengeluaran dari materials kategorI j pada waktu t.
• Hitung fischer ideal price index relative dengan formula sebagai berikut :
.. ..(12)
di mana adalah bobot dari materials kategori j dan adalah harga dari materials kategori j pada tahun t.
• Hitung chained fisher price index untuk pengeluaran materials pada tahun t dengan menggunakan formula (4).
• Hitung material quantity (MQt) dengan formula sebagai berikut :
……………………..(13)
dimana MQt adalah material quantity pada tahun t dan ChainedFischerIndext adalah chained fischer price index pada tahun t dari materials.
• Hitung material quantity index dengan formula sebagai berikut :
……….. ……….(14)
dimana MQIt adalah material quantity index pada tahun t.
• Hitung material quantity growth rate dengan formula sebagai berikut:
………………(15)
dimana MGRt material quantity growth rate pada tahun t dan fungsi LN(x) didefenisikan sebagai fungsi algoritma natural dari variabel x.

3. Pertumbuhan Biaya Capital
a. Data yang dipakai
Data yang dipakai dalam perhitungan ini diperoleh dari Laporan Tahunan, dan Info Memo yang diterbitkan oleh penyelenggara jasa teleponi dasar yang berupa data capital additions, working capital, depreciation, dan asset book values serta data wholesale price indices untuk Industri / Manufacturing, yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS).


b. Formula dan Cara perhitungan
• Siapkan data biaya capital dan data BPS Price Index untuk setiap kategori secara rinci, sesuai dengan data yang diperlukan.
• Hitung bobot dari masing-masing kategori biaya tambahan capital dengan formula sebagai berikut :
………………(16)
dimana wt,j adalah bobot tambahan dari kapital kategori j dari total tambahan capital dan adalah tambahan dari kapital kategori j pada waktu t.
• Hitung fischer ideal price index relative dengan formula sebagai berikut :
..(17)
di mana adalah bobot tambahan kapital kategori j dari nilai total tambahan kapital. adalah harga tambahan kapital kategori j pada pada tahun t.
• Menghitung cost of capital dan capital payment
• Menetapkan cost of capital dalam tahun dasar yakni total pendapatan pada tahun 1993 - pengeluaran dan kompesasi pegawai.
• Menghitung harga capital rental dengan mengurangkan depresiasi dari EBITDA dan membagi hasilnya dengan capital stock pada tahun 1992 sebagai tahun dasar capital stock.
• Menghitung indek untuk capital cost dengan formula sebagai berikut :

..(18)

dimana CRPt adalah capital rental price pada tahun t dan adalah rata-rata tingkat suku bunga asing, status index swasta nasional dan bank komersial yang diambil dari buku bulanan indikator ekonomi terbitan BPS. Harga capital rental price dimulai harga capital rental price benkmark.
• Menghitung depresiasi yang mungkin mempengaruhi cukup signifikan terhadap cost of capital dengan cara membuat penyesuaian penambahan terhadap inputted domestic capital rental price.
Penyesuaian ini dilakukan dengan cara :
• Menghitung prosentase dari hutang luar negeri penyelenggara teleponi dasar incumbent setiap tahun dengan membagi total hutang-hutang (Liabilities) dalam mata uang asing dengan total hutang.
• Menghitung indek nilai tukar dengan membagi nilai tukar setiap tahunnya dengan nilai tukar tahun 1993.
• Menghitung pengaruh nilai tukar pada cost of capital penyelenggara jasa teleponi dasar incumbent dengan formula sebagai berikut :
..(19)
dimana adalah prosentase dari hutang luar negeri penyelenggara jasa telekomunikasi incumbent pada tahun t dan adalah indek nilai tukar pada tahun t. iBPSt adalah rata-rata tingkat suku bunga asing, status index swasta nasional dan bank komersial BPS pada tahun t.
• Menghitung capital payment dengan mengalikan total capital cost dengan capital stock dari tahun sebelumnya menambahkan total depresiasi . Perhitungan ini menghasilkan EBITDA setiap tahun.
• Menghitung Chined Fisher ideal input index dengan formula sebagai berikut :
…(20)
dimana adalah Fisher ideal quantity input pada tahun t.
4. Perhitungan tingkat Pertumbuhan Input
a) Data yang dipakai
Data variabel input yang dipakai dalam perhitungan ini adalah sebagai berikut :
• Total biaya tenaga kerja, total biaya Material, dan total biaya Capital.
• Quantity tenaga kerja, quantity Material dan quantity capital.
b) Formula dan Cara perhitungan
1) Persiapkan data yang diperlukan dalam perhitungan ini.
2) Hitung bobot dari masing-masing variabel input, yaitu : tenaga kerja, materials, dan capital.
3) Hitung laspeyres quantity index (QL), berdasarkan data di atas dengan mengacu pada formula (1).
• Hitung paasche quantity index (QP), berdasarkan data di atas dengan mengacu pada formula (2).
• Hitung fisher quantity index (QF), berdasarkan data di atas dengan mengacu pada formula (3).
• Hitung chained fisher input quantity (QCF) Index, dengan mengacu pada formula (4).
• Hitung total Input growth rate dengan formula sebagai berikut :
……….(21)
dimana IGRt adalah input growth rate pada tahun t dan fungsi LN(x) adalah didefenisikan sebagai fungsi logaritma natural dari variabel x.


A. TINGKAT PERTUMBUHAN OUTPUT
1. Data yang dipakai
Data yang dipakai dalam perhitungan ini diperoleh dari Laporan Tahunan, dan Info Memo yang diterbitkan oleh penyelenggara jasa teleponi dasar yang berupa jumlah total produksi pulsa SLJJ & Lokal, jumlah total saluran pada kondisi Line in Service (LIS), prosentase pulsa SLJJ & Lokal, data tarif per pulsa, dan data pendapatan operasi.
2. Formula dan Cara perhitungan
a. Persiapkan dan kelompokkan data pendapatan operasi penyelenggara, dalam 3 kelompok yaitu pendapatan bulanan, pendapatan pulsa dan pendapatan bersama (Common revenue).
b. Ramalkan pendapatan pulsa lokal dan SLJJ berdasarkan prosentase pulsa, tarif per pulsa dan pendapatan pulsa.
c. Hitung bobot dari masing-masing kelompok pendapatan operasi.
d. Hitung laspeyres quantity index (QL), berdasarkan data di atas dengan mengacu pada formula (1).
e. Hitung paasche quantity index (QP), berdasarkan data di atas dengan mengacu pada formula (2).
f. Hitung fisher quantity index (QF), berdasarkan data di atas dengan mengacu pada formula (3).
g. Hitung chained fisher input quantity (QCF) Index, dengan mengacu pada formula (4).
h. Hitung total output growth rate (OGR) dengan formula :
…….(22)
dimana OGRt adalah output growth rate pada tahun t dan fungsi LN(x) adalah didefenisikan sebagai fungsi logaritma natural dari variabel x.

IV. Perhitungan faktor X dan faktor Z
A. Perhitungan Faktor X
1. Data yang dipakai
Data yang dipakai dalam perhitungan ini adalah sebagai berikut :
• Data hasil perhitungan pertumbuhan output (Output growth rate) dan pertumbuhan input (Input growth rate).
• Data yang diperoleh dari BPS yang berupa jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja (working labor force), jumlah capital stock, jumlah real GDP (1993 prices), jumlah investasi (1993 prices), dan tingkat depresiasi.
2. Formula dan Cara perhitungan
o Hitung total faktor productivity (TFP) penyelenggara jasa teleponi dasar dengan formula sebagai berikut:
TFP penyelenggara = Output growth rate - Input growth rate …(23)
o Hitung total faktor productivity (TFP) Indonesia dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Hitung output per person dengan formula sebagai berikut :
GDP/Persont = GDPt / Pendudukt-1 ..(24)
dimana GDP/Persont adalah output per person, GDPt adalah jumlah real GDP pada tahun t dan Pendudukt-1 adalah jumlah penduduk pada tahun t-1.
2). Hitung capital stock per person dengan formula sebagai berikut :
CSPt = CAPSTOCKt / Pendudukt-1 (25)
dimana CSPt adalah capital stock per person, CAPSTOCKt adalah jumlah capital stock pada tahun t dan Pendudukt-1 adalah jumlah penduduk pada tahun t-1.
3). Hitung labor supply per person dengan formula sebagai berikut:
LSPt = LABORt / Pendudukt-1 … (26)
dimana LSPt adalah labor supply per person, LABORt adalah jumlah labor force pada tahun t dan Pendudukt-1 adalah jumlah penduduk pada tahun t-1.
4) Hitung pertumbuhan dari masing-masing variabel diatas dengan formula sebagai berikut:
????????????????????????????(GDP/Capita) = LN (GDP/Capita t / GDP/Capita t-1 ) (27)
dimana ??(GDP/Capita) adalah pertumbuhan output per person.
????????????????????????????(Capital/Capita) = LN ( CSPt / CSPt-1 ) (28)
dimana ??(Capital/Capita) adalah pertumbuhan capital stock per person.
????????????????????????????(WorkingLaborForce/Capita) = LN ( LSPt / LSPt-1 )..(29)
dimana ??(WorkingLaborForce/Capita) adalah pertumbuhan labor supply per person.
5). Hitung TFP Indonesia dengan formula sebagai berikut:.
TFPIndonesia = (GDP/Capita) - *(Capital/Capita) -
(1-)(WorkingLab or Force/Capita) ..(30)
dengan penjelasan sebagai berikut :
a) TFPIndonesia = Output Growth - Input Growth
b) Output Growth: Growth of GDP per capita.
c) Input Growth: Growth national capital stock per capita + Growth working labor force per capita (or hours worked).

d) Capital input share  = 0,32.
6). Hitung faktor X dengan formula sebagai berikut:
Faktor ……………(31)

A. PERHITUNGAN FAKTOR Z
1. Data yang dipakai
Data yang dipakai dalam perhitungan ini adalah:
• Data hasil perhitungan variabel-variabel input yang berupa bobot dan indek harganya.
• Data GDP.

2. Perhitungan Input Price penyelenggara jasa teleponi dasar
a. Data yang dipakai
Data yang dipakai adalah bobot dan indek harga dari biaya tenaga kerja, materials, dan biaya capital.
b. Formula dan cara perhitungan
1). Siapkan data bobot dan indek harga dari variabel input.
2). Hitung laspeyres quantity index (QL), berdasarkan data di atas dengan mengacu pada formula (1).
3). Hitung paasche quantity index (QP), berdasarkan data di atas dengan mengacu pada formula (2).
4). Hitung fisher quantity index (QF), berdasarkan data di atas dengan mengacu pada formula (3).
5). Hitung Chained Fisher Input Quantity (QCF) Index, dengan mengacu pada formula (4).
6). Hitung growth rate Input Prices (IPGR) dengan formula :
……………………….(32)
dimana IPRt adalah input growth rate pada tahun t dan fungsi LN(x) adalah didefenisikan sebagai fungsi logaritma natural dari variabel x.
3. PERHITUNGAN INPUT PRICE NASIONAL
a. Data yang dipakai
Data yang dipakai adalah Real GDP (1993 Prices).

b. Formula dan Cara perhitungan
Hitung pertumbuhan input price nasional dengan membandingkan pertumbuhan GDP yang sebenarnya dari ekonomi Indonesia dengan pertumbuhan nasional GDP, atau dengan formula sebagai berikut :
..(33)
dimana nominal GDP dalam harga pada tahun t dan adalah GDP harga-harga tetap tahun 1993.
4. Formula dan Cara perhitungan
a. Siapkan data hasi perhitungan Input ?P Indonesia dan Input ?P Penyelenggara.
b. Hitung faktor Z dengan formula sebagai berikut :
Z = InputPriceIndonesia - InputPricePenyelenggara ….(34)
Dimana InputIndonesia adalah perubahan input price nasional dan InputPenyelenggara adalah perubahan input price dari penyelenggara jasa teleponi dasar.

V. PERHITUNGAN PERUBAHAN TARIF TELEPONI DASAR ? P
A. Data yang dipakai
Data yang dipakai dalam perhitungan ? P adalah sebagai berikut :
1. Consumer Price Index
2. TFP Penyelenggara dan TFP Indonesia
3. InputPriceIndonesia dan InputPricePenyelenggara
B. Formula dan Cara perhitungan
1. Siapkan data Consumer Price Index, TFP Penyelenggara ,TFP Indonesia , ?InputPriceIndonesia dan ?InputPricePenyelenggara.

2 komentar:

  1. KABAR BAIK!!!

    Nama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.

    Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

    Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.

    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.

    Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.

    BalasHapus
  2. Halo, semuanya, tolong, saya dengan cepat ingin menggunakan media ini untuk membagikan kesaksian saya tentang bagaimana Tuhan mengarahkan saya kepada pemberi pinjaman yang benar-benar mengubah hidup saya dari kemiskinan menjadi seorang wanita kaya dan sekarang saya memiliki kehidupan yang sehat tanpa tekanan dan kesulitan keuangan,

    Setelah berbulan-bulan mencoba mendapatkan pinjaman di internet dan saya telah ditipu dari 400 juta, saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman dari kreditor online yang sah dalam kredit dan tidak akan menambah rasa sakit saya, jadi saya memutuskan untuk meminta saran kepada teman saya tentang bagaimana cara mendapatkan pinjaman online, kami membicarakannya dan kesimpulannya adalah tentang seorang wanita bernama Mrs. Maria yang adalah CEO Maria Loan. Perusahaan

    Saya mengajukan jumlah pinjaman (900 juta) dengan suku bunga rendah 2%, sehingga pinjaman yang disetujui mudah tanpa stres dan semua persiapan dilakukan dengan transfer kredit, karena fakta bahwa itu tidak memerlukan jaminan untuk transfer. pinjaman, saya hanya diberitahu untuk mendapatkan sertifikat perjanjian lisensi mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari dua jam uang pinjaman telah disetorkan ke rekening bank saya.

    Saya pikir itu lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa akun saya telah dikreditkan dengan jumlah 900 juta. Saya sangat senang bahwa akhirnya Tuhan menjawab doa saya dengan memesan pemberi pinjaman saya dengan kredit saya yang sebenarnya, yang dapat memberikan hati saya harapan.

    Terima kasih banyak kepada Ibu Maria karena telah membuat hidup saya adil, jadi saya menyarankan siapa pun yang tertarik mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Ibu Maria dengan baik melalui E-mail (mariaalexander818@gmail.com) ATAU Via Whatsapp (+1 651-243 -8090) untuk informasi lebih lanjut tentang cara mendapatkan pinjaman Anda,

    Jadi, terima kasih banyak telah meluangkan waktu Anda untuk membaca tentang kesuksesan saya dan saya berdoa agar Tuhan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda.
    Nama saya adalah kabu layu, Anda dapat menghubungi saya untuk referensi lebih lanjut melalui email saya: (kabulayu18@gmail.com)

    Terima kasih semua.

    BalasHapus